Senin, 03 Juni 2013

Agrolanscape Masa Depan



AGROLANDSCAPE MASA DEPAN

1.    Langkah Strategi Untuk Merealisaikan Agrolandscape Masa Depan
Usaha dalam merealisaikan agrolandscape masa depan dapat digunakan cara seperti pendekatan transdisiplin ilmu Ekologi dan Agronomi dengan pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat dilakukan untuk merealisasikan agrolandscape masa depan adalah dengan menggunakan pendekatan pertanian berkelanjutan pada masyarakat secara keseluruhan dengan cara pertanian di perkotaan, pengurangan eutropik di lansdscape, model sistem alami dan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu (Ryszkowski, 2002).
a.       Pertanian di perkotaan
Pertanian di perkotaan merupakan salah satu pertanian yang diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan sehingga pertanian tidak hanya dapat dilakukan pada lahan yang luas tetapi juga pada lahan yang sempit seperti di perkotaan. Secara ekologi dan agronomi akan mempengaruhi kondisi kota dan akan menyeimbangkan anatara suasana beton dengan hijaunya daun pada tanaman. Konsep hutan kota sangat cocok untuk wilayah yang padat penduduk karena dapat mengurangi penurunan suhu udara yang terjadi di kota-kota besar (Sundari, Eva, 2007). Ruang hijau ini juga dapat digunakan sebagai taman rekreasi yang berfungsi untuk melepas permasalahan yang muncul setiap harinya sehingga dapat kembali beraktivitas dengan keadan yang segar.

Sumber: Sundari, Eva, 2007
Gambar 1. Konsep hutan kota
b.      Pengurangan eutropik di lansdscape
Pengurangan etropik pada landscape dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan kimia pada lahan pertanian seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan tanaman air serta organisme air yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Misalkan peledakan fitoplankton dapat menyebabkan masalah lingkungan karena akan mencemari sumberdaya air, meningkatkan pH air, berdampak buruk pada organisme lainnya dan lain-lain sehingga dilakukan pencegahan dengan cara pengurangan bahan kimia yang digunakan terutama pada lahan pertanian (Suryanto, 2011).


Sumber: Suryanto, 2011
Grafik 1. Kelimpahan relative kelimpahan fitoplankton
c.       Model sistem alami
Model sistem alami ini merupakan pengendalian kerusakan yang bantu oleh manusia tetapi alam yang bekerja untuk menyeimbangkan kerusakan dan perubahan yang terjadi. Dalam model sistem alami ini diharapkan terjadi perubahan yang seimbang pada ekosistem sehingga ekosistem dapat berjalan sebagaimana mestinya.

d.      Integrasi dari disiplin ilmu yang terfragmentasi
Integrasi ilmu ini dilakukan dengan cara melakukan perbaikan alam dengan pendekatan berbagai disiplin ilmu misalkan integrasi antara ekologi dan agronomi sebagai penyeimbangan pertanian yang berkelanjutan dan lain-lain. Pengembangan pertanian dengan sistem budidaya agroforestry merupakan salah satu pendekatan ilmu agronomi dengan ekologi untuk keberlanjutan pertanian. Secra agonomi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam tanaman yang ditanam dibawah pohon-pohon besar sedangkan secara ekologi sangat berguna karena memiliki berbagai macam keragaman hayati (Istomo, et al, 2011).

Sumber: Istomo, et al, 2011
Table 2. banyaknya mikroorganisme yang terkandung di lahan agroforestri

2.    Alasan Penggunaan Model Klimatik Pada Agrolanscape Masa Depan
Model klimatik digunakan pada agrolanscape karena memperhatikan keseimbangan antara air dan daerah aliran sungai. Air merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan dalam kehidupan makhluk hidup karena 98% makhluk hidup menggantung hidupnya dengan memanfaatkan air. Isu perubahan iklim yang terjadi saat ini membuat perubahan terutama terhadap curah hujan pada setiap daerah (Nugroho, 2009).  Dalam bidang Pertanian air ini dibutuhkan untuk proses fisiologis tanaman. Perubahan curah hujan yang terjadi saat ini dapat berakibat perubahan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada terutama terjadi perubahan sedimentasi pada sungai tersebut (Poerbandono, dkk, 2006). Sedimentasi ini disebabkan oleh adanya erosi yang diakibatkan debit air yang terjadi terlalu tinggi sehingga terjadi pengikisan air sungai didaerah tepian sungai sehingga ketika terjadi erosi yang berlangsung terus-menerus akan terjadi penumpukan sedimentasi yang tererosi dengan perantara air sungai pada bagian hilir sungai dan mengakibatkan pendangkalan sungai pada bagian hilir dan dapat merusak ekosistem yang ada di hulu sungai (Poerbandono, dkk, 2006). Perubahan sedimentasi yang terjadi dibagian hilir DAS akan mempengaruhi perubahan lahan yang ada misalnya hutan berubah menjadi lahan terbuka dan lain-lain. Pemanfaatan DAS ini digunakan untuk pengairan lahan pertanian dalam menyuplai kebutuhan air bagi tanaman. Perubahan penurunan debit air ini disebabkan oleh berbagai macam masalah seperti kurangnya pasokan air sehingga menimbulkan kekeringan, peningkatan pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan (Nugroho, 2009).

Sumber: Nugroho, 2009
Table 3. pola kecenderungan debit sungai tahunan di bagian hulu DAS

Sumber: Poerbandono, dkk, 2006
Gambar 1. Perubahan tata guna lahan pada DAS hulu Citarum tahun 1994-2001

Dampak dari sedimentasi dapat mengakibatkan terjadinya bencana seperti banjir pada musim hujan dan kekeringan disekitar DAS pada musim kemarau sehingga sangat penting dilakukan pendekatan klimatik dalam mengantisispasi dampak tersebut dengan berbagai rancangan yang memperhatikan keseimbangan alam. Pendekatan dengan model klimatik ini perlu dilakukan karena memiliki fungsi sebagai pengambilan langkah untuk mengatasi permasalahan yang ada pada landscape dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perubahan wajah landscape terutama dalam kberlanjutan sumberdaya air yang dibutuhkan bagi kehidupan makhluk hidup. Perubahan yang terjadi pada DAS sangat berpengaruh dalam keseimbangan ekosistem yang ada dibagian hulu dan hilir. Dengan memperhatikan cara pengelolaan perbaikan yang memperhatikan faktor ekologi diharapkan dapat memperbaiki dan membangun kembali ekosistem yang hilang sehingga dicapai keberlanjutan.

3.    Menyeimbangkan Kebutuhan Manusia Antara Social-Ekonomi Dan Lingkungan
Kebutuhan perlu manusia dilakukan dengan seimbang karena salah satu kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan berdampak pada psikologi terutama pola fikir misalnya kebutuhan yang terpenuhi hanya kebutuhan ekonomi saja maka akan menyebabkan terjadinya dampak social dan lingkungan yang kurang diperhatikan oleh manusia tersebut sehingga menggunakan potensi alam dengan seenaknya sendiri tanpa memperhitungkan kerusakan yang akan terjadi di masa depan dan dapat juga mengakibatkan perubahan landscape yang ada (Ryszkowski, 2002). Dalam menyeimbangkan kedua kebutuhan manusia tersebut perlu dilakukan dengan menggunakan metode pembangunan desa secara berkelanjutan. Desa merupakan salah satu wilayah untuk pertanian yang memiliki dampak yang besar sehingga perlu adanya pengembangan desa dan membantu pemasokan berbagai kebutuhan terutama dalam bidang pertanian (Ryszkowski, 2002). Pembangunan desa ini memiliki manfaat sebagai pengembangan potensi alam yang ada karena selama ini banyak daerah terpencil yang memiliki potensi alam yang banyak tetapi masyarakat belum mengetahui bagaimana cara mengolah potensi tersebut.
Contohnya metode pembangunan desa secara berkelanjutan adalah potensi hutan rakyat. Dari sisi nilai ekonomi kayu rakyat memiliki fungsi sebagai tabungan yang dapat digunakan dalam kondisi krisis contohnya digunakan untuk pendidikan anaknya dan lain-lain. Tetapi, kualitas batang yang ditebang relatif rendah, karena umumnya yang ditebang adalah pohon yang masih muda. Penjualan hasil dari hutan rakyat digunakan dalam untuk bertahan hidup dan peningkatan penghasilan keluarga. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat berfikir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga masyarakat menjual apapun yang dapat dihasilkan oleh mereka karena semakin hari kebutuhan hidup terus meningkat. Dari segi social dalam masyarakat memiliki berbagai macam adat istiadat yang berkaitan erat dengan kebudayaan masyarakat sekitar. Dalam budaya masyarakat memiliki kepercayaan ketika satu tanaman tumbuh maka ada tanaman pengganti dan mitos-mitos yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan sehingga tidak merusak sistem ekosistem didalamnya dan sumberdaya air (Achmad, dkk, 2012). Tingkat kepercayaan masyarakat dalam hal-hal larangan yang ada pada adat masyarakat dapat membantu menjaga tingkat keseimbangan alam seperti penebangan tanaman, penanaman jenis kayu tertentu dan lain-lain (Achmad, dkk, 2012). Secara ekologi keseimbangan alam selalu terjaga dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat serta dapat menambah keragaman hayati hutan jika terjadi tanahnya gundul bisa berdampak buruk. Keragaman pada lahan yang tertera didata diatas memberikan sumbangan terhadap penggunaan lahan sehingga meningkatkan jenis pohon yang tumbuh pada lahan tersebut (Rahayu, dkk, 2008).
.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk. 2012. Persepsi Petani terhadap Pengelolaan dan Fungsi Hutan Rakyat Di Kabupaten Ciamis. Jurnal Bumi Lestari 12 (1): 123-136.
Istomo, et al. 2011. Pengaruh Agroforestry Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) terhadap Kualitas Produktivitas Lahan dan Kuantitas Lingkungan di Areal Perum Perhutani KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika 3 (1): 113-118.
Nugroho, Sutopo P. 2009. Perubahan Watak Hidrologi Sungai-Sungai bagian Hulu Di Jawa. JAI 5 (2): 112-118.
Poerbandono, dkk. 2006. Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan 2 (2): 21-28.
Sundari, Eva, 2007. Studi Untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota dalam Masalah Lingkungan. Jurnal PWK Unisba: 68-83.
Suryanto, 2011. Kelimpahan Dan Komposisi Fitoplankton di Waduk Selorejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Jurnal Kelautan 4 (2): 34-39.
Rahayu, dkk, 2008. Pengelolaan Lanskap Multifungsi: Pendekatan Alternatif dalam Konservasi Tumbuhan Kayu. Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159: 411-422
Ryszkowski. 2002. Landscape Ecology in Agroecosystems Management. CRC Press LLC: Florida.

Minggu, 26 Mei 2013

Laporan Uji Biologi Nematoda



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yangingin ditanam. menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama.
Populasi mikroorganisme yang ada di alam sekitar kita ini sangatlah besar dan cukup kompleks. Beratus spesies mikroba menguasai setiap bagian tubuh kita seperti mulut, saluran pencernaan dan kulit. Mereka terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh, sekali kita bersin dapat menebarkan beribu- ribu mikroorganisme. Udara, tanah, dan air yang merupakan komponen alam sebagai tempat tinggal kita juga dihuni oleh beragam mikroorganisme. Jenis mikroorganismenya dapat berupa bakteri, khamir, kapang dan sebagainya. Tanah merupakan salah satu media yang menjadi tempat tumbuh tanaman dan habitat baik mikroorganisme maupun makroorganisme.
Mikroorganisme antagonis kebanyakan adalah jamur dan bakteri, yang akan dibicarakan secara agak detail pada halaman-halaman berikut. Kecuali jamur (fungi) dan bakteri, telah diketahui pula bahwa beberapa mikroba lainnya juga juga dapat dikembangkan menjadi fungisida dan bakterisida mikrobiologi, misalnya nematoda pemakan jamur Aphelenchus avenae merupakan parasit bagi Rhizoctonia dan Fusarium, Amoeba Vampyrella merupakan parasit bagi jamur patogen Cochliobolus sativus dan Gaeumannomyces graminis. Dari banyaknya gangguan yang disebabkan oleh mikroba maka digunakan isolasi terhadap mikroba yang menyebabkan gangguan terhadap tanaman. Prinsip pada metode isolasi mikroba adalah mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari organisme lainnya.
Mikroorganisme ini ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan bagi tanaman dilihat dari fungsinya. Salah satu mikroorganisme tanah yang dapat merugikan bagi tanaman adalah nematoda yang dapat menyebabkan bagian tanaman menjadi berpuru dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk mengetahui bahwa nematoda dapat merugikan bagi tanaman dilakukan pengujian yang digunakan media tanah sebagai tempat hidup tanaman dan nematoda tersebut.

1.2 Tujuan
Untuk menguji dan mengetahui populasi nematoda dan patogen tanah pada tanaman indikator.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme merupakan salah satu makluk hidup yang dapat hidup pada ekosistem maupun dalam tubuh makluk hidup lainnya. Mikroorganisme terdapat beberapa yang menguntungkan bagi makluk hidup lainnya tetapi ada juga yang dapat merugikan bagi makluk hidup lainnya. Menurut habitatnya mikrooganisme ada yang hidup di udara, tanah, tubuh makluk hidup, dan ada juga yang hidup di air. Sedangkan menurut kebutuhan oksigennya mikroorganisme ada yang aerob (membutuhkan oksigen) maupun ada juga yang anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Mikroba tanah yang bersifat anaerob biasanya terletak pada lumpur yang tergenang air dan tidak ada oksigen yang cukup (Hindersah, dkk, 2007).  Salah satu mikroorganisme yang bersifat parasit bagi tanaman seperti nematoda, bakteri dan jamur. Pada dasarnya mikroba terseebut berhabittat didalam tanah dan menyerang tanaman. Sedangkan mikroorganisme yang dapat menguntungkan tanaman seperti jamur mikoriza, bakteri penambat N bebas, dan nematoda patogen serangga.
Nematoda merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menguntungkan bagi tanaman maupun ada juga yang dapat merugikan tanaman. Nematoda ini habitatnya terdapat didalam tanah. Nematoda biasanya yang menyerang pada tanaman menyebabkan tanaman tersebut layu, menguning bahkan dapat menjadi mati apabila serangan nematoda tersebut sudah parah. Isolasi nematoda digunakan untuk mengetahui jenis nematoda dan cara nematoda tersebut menyerang tanaman. Nematoda patogen tanaman biasanya dalam mulutnya terdapat alat yang disebut stilet biasanya nematoda ini menyeran akar, daun, batang dan biji. Sedangkan nematoda entomopatogen biasanya tidak menyerang dan merugikan tanaman tetapi menjadi predator bagi nematoda lainnya maupun menjadi patogen serangga (Sutedjo, dkk, 1991).
Tanaman tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter (Hastopo, dkk, 2008). Tomat termasuk sayuran buah yang sangat digemari. Banyak sekali penggunaan buah tomat, antara lain sebagai bumbu sayur, lalap, makanan yang diawetkan (saus tomat), buah segar, atau minuman (juice). Selain itu, buah tomat banyak mengandung vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B. Tanaman ini sangat banyak dibudidayakan di Indonesia sebagai komoditas pangan bagi masyarakat Indonesia.
Budidaya tomat ini merupakan salah satu komoditas holtikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena tanaman ini memiliki beberapa manfaat yang telah disebutkan diatas. Pada umumnya tanaman tomat hanya cocok ditanam pada daerah dataran tinggi tetapi beberapa penelitian tanaman ini dapat ditanaman pada daerah dataran rendah. Kemampuan tanaman tomat untuk menghasilkan produk yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim, unsur hara yang disediakan didalam tanah, penggunaan pupuk yang optimal dan lain-lain (Susila, Anas D, 2006).
Budidaya tomat ini biasanya memiliki beberapa kendala yang dapat menurunkan produksi tanaman ini. Salah satu kendala yang dapat menurunkan hasil tanaman tomat adalah hama dan penyakit yang berasal dari media tanaman maupun dari hama serangga. Nematoda merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman tomat yang menyebabkan puru pada bagian tanaman. Umumnya nematoda yang menyerang tanaman tomat adalah nematoda parasit. Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu larva I sampai larva IV dan nematode dewasa. Semua spesies nematoda puru akar memiliki siklus hidup yang sama . Lama siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18 – 21 hari atau 3 – 4 minggu dan akan menjadi lama pada suhu yang dingin (Agrios, 1996).


BAB 3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Pelaksanaan praktikum acara uji biologi adanya hama dan penyakit dalam tanah bertempat di Laoratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. Sedangkan waktu pelaksanaan praktikum yaitu pada tanggal 27 April 2012, pukul 07.00- selesai.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.      Bak pembibitan/Pot plastik
2.      Timba plastik
3.      Mikroskop

3.2.2 Bahan
1.      Media tanam
a.       Tanah
b.      Pasir + Bahan Organik
c.       Sekam +Pupuk + Bahan Organik
2.      Bibit Tomat (Sebagai tanaman indikator)

3.3 Cara Kerja
1.      Memasukkan beberapa macam media tanam kedalam timba plastic/pot plastic masing-masing sesuai perlakuan dan jumlah mahasiswa (kelompok mahasiswa)
2.      Menanami masing-masing timba plastic yang berisi media tanam dengan tanaman indicator (bibit tomat), mendengarkan petunjuk asisten juga
3.      Tanaman indicator dipelihara dengan baik agar tidak mati dan setiap hari dilakukan pengamatan dan hitung jumlah tanaman yang menunjukan gejala dan mendeskripsikan gejalanya untuk menyimpulkan penyebab nematodanya
4.      Menumbuhkan tanaman terus sampai berumur 28 hari setelah tanam

3.4 Pengamatan
1.        Mengamati adanya gejala atau hal lain yang timbul di atas permukaan tanah misalnya tanaman layu, menguning, daun mengelintir, gulama yang tumbuh dan lain-lain dilakukan setiap hari atau tiga hari sekali. Selanjutnya tentukan penyebab penyakitnya berdasar pada gejala yang muncul serta jenis-jenis gulama yang tumbuh
2.        Memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam table pengamatan kemudian cari kesimpulannya





BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil
Tabel 1. Parameter pengamatan uji biologi tanah dengan indikator tanaman tomat pada ulangan ke-3


Keterangan :
HCL : Hijau coklat layu     BH: bercak hijau                  Ab: abnormal
L : lunak                           BP: bercak putih                   k: keras
M : mati                            BCH: bercak coklat hijau     H: hijau
N : normal                        BK: bercak kuning               BCK: bercak coklat kuning

4.2    Pembahasan
Dari pratikum yang telah dilakukan telah diperoleh data diatas dan telah mengamati selama 21 hari terdapat 2 data yaitu data kelompok dan data golongan. Data golongan yang menggunakan media tanam yaitu KNO, SNO, BNO dan tanah pisang menunjukkan beberapa perubahan seperti warna daun, kondisi batang, dan bentuk tanaman dalam 21 hari pengamatan. Pada tanah KNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman rata-rata masih belum ada perubahan yaitu menunjukkan hijau, keras dan normal. Pada hari ke-14 dengan media tanam KNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan hijau kekuningan, bercak putih, keras dan normal. Sedangkan pada hari ke-21 terdapat perubahan fisik pada warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun bercak kuning dan bercak putih, kondisi batang dengan tidak ada perubahan yaitu tetap keras dan bentuk tanaman normal. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam KNO. Pada tanah SNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman ada perubahan yaitu menunjukkan warna daun hijau dan hijau coklat, kondisi batang keras dan layu pada pot ke-4 dan bentuk tanaman normal, abnormal dan mati pada pot ke-4 dan pada pot ke-2. Pada hari ke-14 dengan media tanam SNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun yaitu bercak hijau dan bercak putih, kondisi batang yaitu keras, layu dan mati pada pot ke-3 dan ke-4 dan kondisi tanaman yaitu normal, abnormal dan mati pada pot ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada hari ke-21 terdapat perubahan fisik pada warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun bercak hijau, bercak kuning dan bercak putih pada pot ke-1 sampai 3, kondisi batang dengan perubahan keras, layu dan mati dalam pot yang berbeda dan bentuk tanaman normal, abnormal dan mati. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam SNO.
Pada tanah BNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman ada perubahan yaitu menunjukkan warna daun hijau, hijau coklat dan hijau, kondisi batang tetap keras dan bentuk tanaman normal. Pada hari ke-14 dengan media tanam BNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun yaitu hijau dan bercak putih, kondisi batang yaitu keras dan layu pada pot ke-1 sampai pot ke-4 dan kondisi tanaman yaitu normal dan abnormal ke-1 sampai pot ke-4. Sedangkan pada hari ke-21 tanaman menggunakan media tanam SNO mati dalam setiap potnya. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam SNO.
Dari data kelompok dalam waktu 21 hari tanaman telah mengalami perubahan fisik sebagi indikator tanaman tersebut telah terserang penyakit.pada minggu pertama tanaman tomat tidak banyak terjadi perubahan tetapi tinggi tanaman mengalami perubahan karena setiap tanaman akan mengalami pertumbuhan. Untuk warna daun pada minggu pertama selama 5 hari pengamatan tidak ada perubahan yang berarti yaitu hijau tetapi warna daun pada hari ke-6 dan ke-7 mengalami perubahan dari hijau ke bercak berkarat yang merupakan indikator tanaman tersebut terserang penyakit atau kekurangan unsur hara karena untuk menentukan tanaman terserang penyakit atau bukan perlu diketahui perubahan fisik lainnya dari tanaman tersebut baik dalam ulangan 1,2 dan 3 dengan media tanah pisang sesuai dengan kelompok yang telah dibagi. Untuk batang tanaman tidak ada perubahan baik pada hari pertama sampai hari ke-7 dalam minggu pertama yaitu keras sedangkan bentuk tanaman juga tidak mengalami perubahan yaitu normal. Hal tersebut ditunjukkan pada ulangan 1,2 dan 3 dalam media tanam  yang berbeda yaitu pada  tanah pisang.
Pada minggu ke-2 pengamatan yang dilakukan selama 7 hari dengan tanaman tomat pada media tanaman yang digunakan yaitu tanah dari daerah perakaran tanaman pisang yang dilakukan sesuai dengan kelompok masing-masing. Untuk warna daun pada tanaman tomat baik ulangan 1, 2 dan 3 pada media tanam yang dilakukan sesuai dengan kelompok tidak mengalami perubahan masih sama dengan hari ke-6 dan ke-7 pada minggu pertama pengamatan yaitu terdapat bercak hitam pada daun. Pada kondisi batang untuk tanaman tomat juga masih sama dengan minggu pertama yaitu keras dengan bentuk tanaman yang sama juga pada minggu pertama yaitu masih relatif normal baik dalam ulangan 1, 2 dan 3 dengan media tanam yaitu tanah pisang. Jadi tanaman tomat ini masih belum diketahui apakah tanaman ini terserang penyakit atau kekurangan unsur hara atau faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada minggu minggu terakhir pengamatan yaitu minggu ke-3 tanaman tomat mengalami perubahan fisik yang begitu berarti karena dari data yang diperoleh terdapat tanaman yang mati dan kondisi batangnya lunak dan tanaman layu. Pada hari ke-15 dan hari ke-16 untuk warna daun pada pot 1 dan 2 dengan media tanaman tanah pisang terdapat bercak karat pada daun tanaman baik pada ulangan 1, 2 dan 3 sedangkan pada pot nomor 3 dan 4 warna daun terdapat bercak coklat yang berkarat tetapi pada pot 4 dengan media tanam tanah pisang hanya terdapat bercak karat saja sama seperti pada pot 1 dan 2. Untuk hari ke-17 sampai hari ke-21 warna daun tanaman baik ulangan 1, 2 dan 3 pada setiap pot sama seperti hari ke-16 tetapi terdapat tanaman yang mati pada pot nomor 3 pada media tanam tanah pisang pada semua ulangan 1, 2 dan 3 dan juga pada pot 4 pada ulangan 3. Untuk kondisi batang pada hari ke-15 dan hari ke-16 pada pot 1 dan 2 dengan media tanam tanah pisang masih sama seperti minggu-minggu sebelumnya yaitu keras baik ulangan 1, 2 dan 3 sedangkan pada pot nomor 3 dan 4 kondisi batang pada pot 3 lunak layu dengan semua ulangan sedangkan pada pot 4 hanya pada ulangan ke-3 yaitu lunak layu. Pada hari ke-17 kondisi batang seluruh kelompok lunak layu baik pada ulangan 1, 2 dan 3 tetapi pada pot 4 pada ulangan 1 dan 2 batangnya masih keras. Untuk hari ke-18 sampai 21 kondisi batang sama sperti hari ke-17 yaitu lunak layu tetapi pada pot 4 dengan ulangan 1 dan 2 keras batangnya. Pada bentuk tanaman minggu ke-3 masih sama dengan minggu-minggu sebelumnya yaitu normal tidak ada perubahan tetapi terdapat tanaman yang mati yaitu pada pot 3 dengan ulangan 1, 2 dan 3 dan juga pada kelompok 4 dengan ulangan 3 saja pada hari ke-18. Dari data tersebut pada minggu ke-3 tanaman tomat terserang penyakit yang belum diketahui jenis penyakit dan penyebabnya.
Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman pangan yang menjadi salah satu tanaman yang berguna bagi manusia karena memiliki beberapa kegunaan. Budidaya tanaman ini banyak di Indonesia tetapi petani memiliki beberapa kendala yang dapat menurunkan produksi tanaman ini. Salah satu kendala petani adalah hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman tomat ini. Contoh penyakit yang menyerang tanaman tomat seperti Penyakit bercak coklat yang disebabkan oleh  Alternaria solani dengan Gejala daun tomat yang terserang tampak bulat coklat atau bersudut, dengan diameter 2-4 mm, dan berwarna coklat sampai hitam, Nematoda bengkak akar dengan ciri-ciri bentuk nematoda bisul akar seperti cacing kecil sepanjang antara 200-1000 m, Penyakit layu fusarium yang menginfeksi tanaman lewat akar, kemudian menyerang jaringan pembuluh. Jaringan xylem yang terserang warnanya menjadi coklat dan serangan ini dengan cepat menuju ke atas, Penyakit layu yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum dengan gejala tanaman yang diserang penyakit ini lebih cepat layu, bercak bakteri dengan gejala  adanya bercak berair kecil pada daun dan batang; bercak berair ini akan mengering, cekung dan berwarna coklat keabu-abuan garis tengah 1-5 mm (Sastrasuwignyo, S. 1991).


BAB 5 PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Dari data dan pratikum yang telah dilakukan didapat kesimpulan sebagai berikut:
1.        Hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat dapat terjadi dari media tanam maupun dari lingkungan tanaman.
2.        Terdapat beberapa penyakit yang menyerang tanaman tomat seperti nematoda puru akar, penyakit layu, bercak bakteri dan lain-lain.
3.        Dari data diatas disimpulkan bahwa penggunaan media tanam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan penyakit.
4.        Salah satu hama yang merugikan dalam budidaya tanaman tomat adalah nematoda.

5.2    Saran
Pratikum ini merupakan pratikum uji biologi yang menggunakan tanaman tomat sebagai indikator tanaman yang terserang penyakit. Untuk mengetahui tanaman tersebut terserang penyakit atau bukan perlu mengetahui jenis-jenis penyakit dan hama yang menyerang tanaman tomat agar dapat membedakan antara tanaman yang terserang penyakit dan kekurangan unsur hara serta perawatan yang rutin agar dapat membedakan tanaman yang terserang penyakit dan kekurangan nutrisi.


DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N.G. (1996) Ilmu Penyakit Tumbuhan. Terjemahan Busnia, M dan Martoredjo, T.  , Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hastopo, dkk. 2008. Penyehatan Tanah secara Hayati di Tanah Tanaman Tomat Terkontaminasi Fusarium oxysporum F.SP. lycopersici. Jurnal Akta Agrosia. Vol. 11(2): 180 – 187.

Hindersah, dkk. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob dan Fungi dari Lumpur Kolam Anaerob di Instalasi Pengolahan Air Limbah Bandung. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 13( 2): 1-4.

Sastrasuwignyo, S. 1991. Ilmu Penyakit Tumbuhan Umum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
Susila, Anas D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor: IPB.

Sutedjo, dkk. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rienika Cipta.