Minggu, 26 Mei 2013

Laporan Uji Biologi Nematoda



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yangingin ditanam. menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama.
Populasi mikroorganisme yang ada di alam sekitar kita ini sangatlah besar dan cukup kompleks. Beratus spesies mikroba menguasai setiap bagian tubuh kita seperti mulut, saluran pencernaan dan kulit. Mereka terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh, sekali kita bersin dapat menebarkan beribu- ribu mikroorganisme. Udara, tanah, dan air yang merupakan komponen alam sebagai tempat tinggal kita juga dihuni oleh beragam mikroorganisme. Jenis mikroorganismenya dapat berupa bakteri, khamir, kapang dan sebagainya. Tanah merupakan salah satu media yang menjadi tempat tumbuh tanaman dan habitat baik mikroorganisme maupun makroorganisme.
Mikroorganisme antagonis kebanyakan adalah jamur dan bakteri, yang akan dibicarakan secara agak detail pada halaman-halaman berikut. Kecuali jamur (fungi) dan bakteri, telah diketahui pula bahwa beberapa mikroba lainnya juga juga dapat dikembangkan menjadi fungisida dan bakterisida mikrobiologi, misalnya nematoda pemakan jamur Aphelenchus avenae merupakan parasit bagi Rhizoctonia dan Fusarium, Amoeba Vampyrella merupakan parasit bagi jamur patogen Cochliobolus sativus dan Gaeumannomyces graminis. Dari banyaknya gangguan yang disebabkan oleh mikroba maka digunakan isolasi terhadap mikroba yang menyebabkan gangguan terhadap tanaman. Prinsip pada metode isolasi mikroba adalah mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari organisme lainnya.
Mikroorganisme ini ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan bagi tanaman dilihat dari fungsinya. Salah satu mikroorganisme tanah yang dapat merugikan bagi tanaman adalah nematoda yang dapat menyebabkan bagian tanaman menjadi berpuru dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk mengetahui bahwa nematoda dapat merugikan bagi tanaman dilakukan pengujian yang digunakan media tanah sebagai tempat hidup tanaman dan nematoda tersebut.

1.2 Tujuan
Untuk menguji dan mengetahui populasi nematoda dan patogen tanah pada tanaman indikator.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme merupakan salah satu makluk hidup yang dapat hidup pada ekosistem maupun dalam tubuh makluk hidup lainnya. Mikroorganisme terdapat beberapa yang menguntungkan bagi makluk hidup lainnya tetapi ada juga yang dapat merugikan bagi makluk hidup lainnya. Menurut habitatnya mikrooganisme ada yang hidup di udara, tanah, tubuh makluk hidup, dan ada juga yang hidup di air. Sedangkan menurut kebutuhan oksigennya mikroorganisme ada yang aerob (membutuhkan oksigen) maupun ada juga yang anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Mikroba tanah yang bersifat anaerob biasanya terletak pada lumpur yang tergenang air dan tidak ada oksigen yang cukup (Hindersah, dkk, 2007).  Salah satu mikroorganisme yang bersifat parasit bagi tanaman seperti nematoda, bakteri dan jamur. Pada dasarnya mikroba terseebut berhabittat didalam tanah dan menyerang tanaman. Sedangkan mikroorganisme yang dapat menguntungkan tanaman seperti jamur mikoriza, bakteri penambat N bebas, dan nematoda patogen serangga.
Nematoda merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menguntungkan bagi tanaman maupun ada juga yang dapat merugikan tanaman. Nematoda ini habitatnya terdapat didalam tanah. Nematoda biasanya yang menyerang pada tanaman menyebabkan tanaman tersebut layu, menguning bahkan dapat menjadi mati apabila serangan nematoda tersebut sudah parah. Isolasi nematoda digunakan untuk mengetahui jenis nematoda dan cara nematoda tersebut menyerang tanaman. Nematoda patogen tanaman biasanya dalam mulutnya terdapat alat yang disebut stilet biasanya nematoda ini menyeran akar, daun, batang dan biji. Sedangkan nematoda entomopatogen biasanya tidak menyerang dan merugikan tanaman tetapi menjadi predator bagi nematoda lainnya maupun menjadi patogen serangga (Sutedjo, dkk, 1991).
Tanaman tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter (Hastopo, dkk, 2008). Tomat termasuk sayuran buah yang sangat digemari. Banyak sekali penggunaan buah tomat, antara lain sebagai bumbu sayur, lalap, makanan yang diawetkan (saus tomat), buah segar, atau minuman (juice). Selain itu, buah tomat banyak mengandung vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B. Tanaman ini sangat banyak dibudidayakan di Indonesia sebagai komoditas pangan bagi masyarakat Indonesia.
Budidaya tomat ini merupakan salah satu komoditas holtikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena tanaman ini memiliki beberapa manfaat yang telah disebutkan diatas. Pada umumnya tanaman tomat hanya cocok ditanam pada daerah dataran tinggi tetapi beberapa penelitian tanaman ini dapat ditanaman pada daerah dataran rendah. Kemampuan tanaman tomat untuk menghasilkan produk yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim, unsur hara yang disediakan didalam tanah, penggunaan pupuk yang optimal dan lain-lain (Susila, Anas D, 2006).
Budidaya tomat ini biasanya memiliki beberapa kendala yang dapat menurunkan produksi tanaman ini. Salah satu kendala yang dapat menurunkan hasil tanaman tomat adalah hama dan penyakit yang berasal dari media tanaman maupun dari hama serangga. Nematoda merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman tomat yang menyebabkan puru pada bagian tanaman. Umumnya nematoda yang menyerang tanaman tomat adalah nematoda parasit. Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu larva I sampai larva IV dan nematode dewasa. Semua spesies nematoda puru akar memiliki siklus hidup yang sama . Lama siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18 – 21 hari atau 3 – 4 minggu dan akan menjadi lama pada suhu yang dingin (Agrios, 1996).


BAB 3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Pelaksanaan praktikum acara uji biologi adanya hama dan penyakit dalam tanah bertempat di Laoratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. Sedangkan waktu pelaksanaan praktikum yaitu pada tanggal 27 April 2012, pukul 07.00- selesai.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.      Bak pembibitan/Pot plastik
2.      Timba plastik
3.      Mikroskop

3.2.2 Bahan
1.      Media tanam
a.       Tanah
b.      Pasir + Bahan Organik
c.       Sekam +Pupuk + Bahan Organik
2.      Bibit Tomat (Sebagai tanaman indikator)

3.3 Cara Kerja
1.      Memasukkan beberapa macam media tanam kedalam timba plastic/pot plastic masing-masing sesuai perlakuan dan jumlah mahasiswa (kelompok mahasiswa)
2.      Menanami masing-masing timba plastic yang berisi media tanam dengan tanaman indicator (bibit tomat), mendengarkan petunjuk asisten juga
3.      Tanaman indicator dipelihara dengan baik agar tidak mati dan setiap hari dilakukan pengamatan dan hitung jumlah tanaman yang menunjukan gejala dan mendeskripsikan gejalanya untuk menyimpulkan penyebab nematodanya
4.      Menumbuhkan tanaman terus sampai berumur 28 hari setelah tanam

3.4 Pengamatan
1.        Mengamati adanya gejala atau hal lain yang timbul di atas permukaan tanah misalnya tanaman layu, menguning, daun mengelintir, gulama yang tumbuh dan lain-lain dilakukan setiap hari atau tiga hari sekali. Selanjutnya tentukan penyebab penyakitnya berdasar pada gejala yang muncul serta jenis-jenis gulama yang tumbuh
2.        Memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam table pengamatan kemudian cari kesimpulannya





BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil
Tabel 1. Parameter pengamatan uji biologi tanah dengan indikator tanaman tomat pada ulangan ke-3


Keterangan :
HCL : Hijau coklat layu     BH: bercak hijau                  Ab: abnormal
L : lunak                           BP: bercak putih                   k: keras
M : mati                            BCH: bercak coklat hijau     H: hijau
N : normal                        BK: bercak kuning               BCK: bercak coklat kuning

4.2    Pembahasan
Dari pratikum yang telah dilakukan telah diperoleh data diatas dan telah mengamati selama 21 hari terdapat 2 data yaitu data kelompok dan data golongan. Data golongan yang menggunakan media tanam yaitu KNO, SNO, BNO dan tanah pisang menunjukkan beberapa perubahan seperti warna daun, kondisi batang, dan bentuk tanaman dalam 21 hari pengamatan. Pada tanah KNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman rata-rata masih belum ada perubahan yaitu menunjukkan hijau, keras dan normal. Pada hari ke-14 dengan media tanam KNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan hijau kekuningan, bercak putih, keras dan normal. Sedangkan pada hari ke-21 terdapat perubahan fisik pada warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun bercak kuning dan bercak putih, kondisi batang dengan tidak ada perubahan yaitu tetap keras dan bentuk tanaman normal. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam KNO. Pada tanah SNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman ada perubahan yaitu menunjukkan warna daun hijau dan hijau coklat, kondisi batang keras dan layu pada pot ke-4 dan bentuk tanaman normal, abnormal dan mati pada pot ke-4 dan pada pot ke-2. Pada hari ke-14 dengan media tanam SNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun yaitu bercak hijau dan bercak putih, kondisi batang yaitu keras, layu dan mati pada pot ke-3 dan ke-4 dan kondisi tanaman yaitu normal, abnormal dan mati pada pot ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada hari ke-21 terdapat perubahan fisik pada warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun bercak hijau, bercak kuning dan bercak putih pada pot ke-1 sampai 3, kondisi batang dengan perubahan keras, layu dan mati dalam pot yang berbeda dan bentuk tanaman normal, abnormal dan mati. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam SNO.
Pada tanah BNO tanaman tomat hari ke-7 untuk kondisi batang, warna daun dan bentuk tanaman ada perubahan yaitu menunjukkan warna daun hijau, hijau coklat dan hijau, kondisi batang tetap keras dan bentuk tanaman normal. Pada hari ke-14 dengan media tanam BNO menunjukkan perubahan fisik secara nyata dengan warna daun, kondisi batang dan bentuk tanaman dengan perubahan warna daun yaitu hijau dan bercak putih, kondisi batang yaitu keras dan layu pada pot ke-1 sampai pot ke-4 dan kondisi tanaman yaitu normal dan abnormal ke-1 sampai pot ke-4. Sedangkan pada hari ke-21 tanaman menggunakan media tanam SNO mati dalam setiap potnya. Perubahan tersebut terjadi pada setiap pot tanaman tomat dengan media tanam SNO.
Dari data kelompok dalam waktu 21 hari tanaman telah mengalami perubahan fisik sebagi indikator tanaman tersebut telah terserang penyakit.pada minggu pertama tanaman tomat tidak banyak terjadi perubahan tetapi tinggi tanaman mengalami perubahan karena setiap tanaman akan mengalami pertumbuhan. Untuk warna daun pada minggu pertama selama 5 hari pengamatan tidak ada perubahan yang berarti yaitu hijau tetapi warna daun pada hari ke-6 dan ke-7 mengalami perubahan dari hijau ke bercak berkarat yang merupakan indikator tanaman tersebut terserang penyakit atau kekurangan unsur hara karena untuk menentukan tanaman terserang penyakit atau bukan perlu diketahui perubahan fisik lainnya dari tanaman tersebut baik dalam ulangan 1,2 dan 3 dengan media tanah pisang sesuai dengan kelompok yang telah dibagi. Untuk batang tanaman tidak ada perubahan baik pada hari pertama sampai hari ke-7 dalam minggu pertama yaitu keras sedangkan bentuk tanaman juga tidak mengalami perubahan yaitu normal. Hal tersebut ditunjukkan pada ulangan 1,2 dan 3 dalam media tanam  yang berbeda yaitu pada  tanah pisang.
Pada minggu ke-2 pengamatan yang dilakukan selama 7 hari dengan tanaman tomat pada media tanaman yang digunakan yaitu tanah dari daerah perakaran tanaman pisang yang dilakukan sesuai dengan kelompok masing-masing. Untuk warna daun pada tanaman tomat baik ulangan 1, 2 dan 3 pada media tanam yang dilakukan sesuai dengan kelompok tidak mengalami perubahan masih sama dengan hari ke-6 dan ke-7 pada minggu pertama pengamatan yaitu terdapat bercak hitam pada daun. Pada kondisi batang untuk tanaman tomat juga masih sama dengan minggu pertama yaitu keras dengan bentuk tanaman yang sama juga pada minggu pertama yaitu masih relatif normal baik dalam ulangan 1, 2 dan 3 dengan media tanam yaitu tanah pisang. Jadi tanaman tomat ini masih belum diketahui apakah tanaman ini terserang penyakit atau kekurangan unsur hara atau faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada minggu minggu terakhir pengamatan yaitu minggu ke-3 tanaman tomat mengalami perubahan fisik yang begitu berarti karena dari data yang diperoleh terdapat tanaman yang mati dan kondisi batangnya lunak dan tanaman layu. Pada hari ke-15 dan hari ke-16 untuk warna daun pada pot 1 dan 2 dengan media tanaman tanah pisang terdapat bercak karat pada daun tanaman baik pada ulangan 1, 2 dan 3 sedangkan pada pot nomor 3 dan 4 warna daun terdapat bercak coklat yang berkarat tetapi pada pot 4 dengan media tanam tanah pisang hanya terdapat bercak karat saja sama seperti pada pot 1 dan 2. Untuk hari ke-17 sampai hari ke-21 warna daun tanaman baik ulangan 1, 2 dan 3 pada setiap pot sama seperti hari ke-16 tetapi terdapat tanaman yang mati pada pot nomor 3 pada media tanam tanah pisang pada semua ulangan 1, 2 dan 3 dan juga pada pot 4 pada ulangan 3. Untuk kondisi batang pada hari ke-15 dan hari ke-16 pada pot 1 dan 2 dengan media tanam tanah pisang masih sama seperti minggu-minggu sebelumnya yaitu keras baik ulangan 1, 2 dan 3 sedangkan pada pot nomor 3 dan 4 kondisi batang pada pot 3 lunak layu dengan semua ulangan sedangkan pada pot 4 hanya pada ulangan ke-3 yaitu lunak layu. Pada hari ke-17 kondisi batang seluruh kelompok lunak layu baik pada ulangan 1, 2 dan 3 tetapi pada pot 4 pada ulangan 1 dan 2 batangnya masih keras. Untuk hari ke-18 sampai 21 kondisi batang sama sperti hari ke-17 yaitu lunak layu tetapi pada pot 4 dengan ulangan 1 dan 2 keras batangnya. Pada bentuk tanaman minggu ke-3 masih sama dengan minggu-minggu sebelumnya yaitu normal tidak ada perubahan tetapi terdapat tanaman yang mati yaitu pada pot 3 dengan ulangan 1, 2 dan 3 dan juga pada kelompok 4 dengan ulangan 3 saja pada hari ke-18. Dari data tersebut pada minggu ke-3 tanaman tomat terserang penyakit yang belum diketahui jenis penyakit dan penyebabnya.
Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman pangan yang menjadi salah satu tanaman yang berguna bagi manusia karena memiliki beberapa kegunaan. Budidaya tanaman ini banyak di Indonesia tetapi petani memiliki beberapa kendala yang dapat menurunkan produksi tanaman ini. Salah satu kendala petani adalah hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman tomat ini. Contoh penyakit yang menyerang tanaman tomat seperti Penyakit bercak coklat yang disebabkan oleh  Alternaria solani dengan Gejala daun tomat yang terserang tampak bulat coklat atau bersudut, dengan diameter 2-4 mm, dan berwarna coklat sampai hitam, Nematoda bengkak akar dengan ciri-ciri bentuk nematoda bisul akar seperti cacing kecil sepanjang antara 200-1000 m, Penyakit layu fusarium yang menginfeksi tanaman lewat akar, kemudian menyerang jaringan pembuluh. Jaringan xylem yang terserang warnanya menjadi coklat dan serangan ini dengan cepat menuju ke atas, Penyakit layu yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum dengan gejala tanaman yang diserang penyakit ini lebih cepat layu, bercak bakteri dengan gejala  adanya bercak berair kecil pada daun dan batang; bercak berair ini akan mengering, cekung dan berwarna coklat keabu-abuan garis tengah 1-5 mm (Sastrasuwignyo, S. 1991).


BAB 5 PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Dari data dan pratikum yang telah dilakukan didapat kesimpulan sebagai berikut:
1.        Hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat dapat terjadi dari media tanam maupun dari lingkungan tanaman.
2.        Terdapat beberapa penyakit yang menyerang tanaman tomat seperti nematoda puru akar, penyakit layu, bercak bakteri dan lain-lain.
3.        Dari data diatas disimpulkan bahwa penggunaan media tanam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan penyakit.
4.        Salah satu hama yang merugikan dalam budidaya tanaman tomat adalah nematoda.

5.2    Saran
Pratikum ini merupakan pratikum uji biologi yang menggunakan tanaman tomat sebagai indikator tanaman yang terserang penyakit. Untuk mengetahui tanaman tersebut terserang penyakit atau bukan perlu mengetahui jenis-jenis penyakit dan hama yang menyerang tanaman tomat agar dapat membedakan antara tanaman yang terserang penyakit dan kekurangan unsur hara serta perawatan yang rutin agar dapat membedakan tanaman yang terserang penyakit dan kekurangan nutrisi.


DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N.G. (1996) Ilmu Penyakit Tumbuhan. Terjemahan Busnia, M dan Martoredjo, T.  , Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hastopo, dkk. 2008. Penyehatan Tanah secara Hayati di Tanah Tanaman Tomat Terkontaminasi Fusarium oxysporum F.SP. lycopersici. Jurnal Akta Agrosia. Vol. 11(2): 180 – 187.

Hindersah, dkk. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob dan Fungi dari Lumpur Kolam Anaerob di Instalasi Pengolahan Air Limbah Bandung. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 13( 2): 1-4.

Sastrasuwignyo, S. 1991. Ilmu Penyakit Tumbuhan Umum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
Susila, Anas D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor: IPB.

Sutedjo, dkk. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rienika Cipta.

Kamis, 23 Mei 2013

Laporan Hama Pasca Panen Tribollium casteneum



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi berbagai macam budidaya tanaman karena Indonesia memiliki iklim yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kacang tanah. Di Indonesiakacang tanah dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari dalam bentuk makanan ringan, sebagian sebagian bahan tambahan dalam industri pangan, dan sebagian kecil lainnya diolah untuk diambil minyaknya. Penanganan pascapanen kacang tanah meliputi panen, yang dapat dilakukan pada tingkat kadar masih tinggi (lebih dari 28-34%) ataupun ketika kadar air kacang tanah sudah cukup rendah (20-24%), perontokan, pengeringan, dan pengupasan kulit. Mirip dengan yang terjadi pada kedelai, penanganan pascapanen kacang tanah umumnya dilakukan secara tradisional kecuali kegiatan perontokan dan pengupasan kulit. Kacang tanah dipanen dengan cara mencabutnya dari tanah menggunakan tangan, lalu menjemurnya di bawah sinar matahari. Polong kacang tanah kemudian dilepaskan dari batangnya, juga menggunakan tangan, kemudian dijemur lagi untuk menurunkan kadar airnya.
Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum. Hal ini tidak terlepas dapat dipengaruh oleh faktor tanah yang makin keras (rusak) dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro serta hormon pertumbuhan. Disamping itu juga karena faktor hama dan penyakit tanaman, faktor iklim, serta faktor pemeliharaan lainnya. Serta penanganan pada saat tanaman kacang tanah setelah panen karena terdapat hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah ketika pasca panen.
Produk pasca penen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsumen. Produk dalam simpanan ini tidak terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan serangga hama. Hama yang menyerang komoditas simpanan (hama gudang) mempunyai sifat khusus yang berlainan dengan hama yang menyerang tanaman ketika di lapang. Umumnya hama gudang yang sering dijumpai adalah dari golongan Coleoptera, misalnya Tribolium castaneum, Sitophilus oryzae, Callocobruchus spp, dll.
Pada komoditas kacang tanah salah satu hama yang menyerang adalah golongan coleoptera yaitu Tribolium casteneum. Hama ini biasanya dapat menyerang komoditas lain seperti padi, kopi dan lain-lain selain kacang tanah. Hama gudang ini tersebar luas diseluruh dunia dan hama ini tergolong penting di Indonesia karena hampir ditemukan diseluruh gudang penyimpanan komoditas yang telah dipanen. Hama ini biasanya dikenal sebagai kumbang tepung karena ketika menggerek komoditas yang terserang menyisakan hasil gerekan yang berupa tepung pada daerah komoditas tanaman terserang.

1.2    Tujuan
Untuk mengetahui gejala komoditas yang terserang Tribolium casteneum dan mengetahui morfologi dari hama tersebut.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tribolium casteneum merupakan hama gudang yang menyerang kacang tanah tetapi hama ini juga dapat menyerang pada komoditas beras, tetapi juga terdapat pada gaplek, dedak, beaktul yang ada di toko maupun di rumah. Pada umumnya hama ini dapat menyerang ketika terjadi kerusakan mekanis atau kerusakan akibat Sitophilus orizae atau karena hama-hama gudang yang lain yang menyerang (Sudarmo, RM, 1997). Tribolium casteneum pada kacang tanah menyerang karena kacang tanah memiliki kandungan lemak yang tinggi yang dibutuhkan oleh hama tersebut.
Hama gudang mempunyai sifat yang khusus yang berlainan dengan hama-hama yang menyerang dilapangan, hal ini sangat berkaitan dengan ruang lingkup hidupnya yang terbatas yang tentunya memberikan pengaruh yang terbatas juga. Produk pasca panen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsumen sehingga produk pasca panen ini perlu disimpan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau untuk memenuhi stok produk yang ada. Produk dalam simpanan ini tidak terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan serangga hama (Kartasapoetra, 1989).
Hama Tribolium casteneum yang juga disebut kumbang merah tepung karena hasil dari gerekan hama ini berupa tepung dan warna dari hama ini adalah merah. Hama ini termasuk hama sekunder pada beberapa komoditas seperti kacang tanah. Salah satu cara pengendalian hama ini adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang dihailkan dari tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida nabati adalah pestisida yang ramah lingkungan serta tanaman-tanaman penghasilnya mudah dibudidayakan salah satunya seperti sereh dapur, sereh wangi dan nimba yang dapat dibuat menjadi bentuk minyak tanaman (Adnyana, dkk, 2012). Penggunaan pestisida nabati ini biasanya mengunakan organ tanaman seperti daun, akar, biji dan buah tanaman yang menghasilkan suatu senyawa tertentu yang dapat menghalau serangga untuk memakan atau bahkan mematikan serangga tersebut.


BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

a.         Klasifikasi Tribolium casteneum
Hama gudang merupakan hama yang memiliki pengaruh penting dalam pasca panen komoditas. Penyebab dari kerugian terhadap hama ini pada umumnya terjadi penurunan kualitas komoditas yang terserang karena terdapat lubang-lubang akibat serangan hama ini. Kacang tanah merupakan salah satu komoditas tanaman yang banyak diusahakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang cukup bagus. Penurunan hasil dari komoditas kacang tanah salah satu faktor penyebabnya adalah penanganan pasca panen yang kurang diperhatiakan terutama pengendalian hama gudang. Pada umumnya hama gudang yang menyerang termasuk ordo coleoptera. Hama yang umum menyerang kacang tanah adalah Tribolium casteneum yang menyebabkan gejala berlubang pada kacang tanah yang terserang dan terdapat tepung hasil gerekan pada sekitar kacang tanah. Tribolium casteneum termasuk dalam genus tribolium yang memiliki ciri-ciri khusus. Berikut ini beberapa klasifikasi dari Tribolium casteneum atau bisa disebut Kumbang Tepung ini:
Kingdom:  Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Coleoptera
Famili : Tenebrionidae
Genus: Tribollium
Spesies: Tribollium casteneum.
b.        Ciri-ciri khusus (morfologi)
 Kumbang dewasa berbentuk pipih, berwarna cokelat kemerahan sampai coklat gelap, dan memiliki panjang tubuhnya 3-4 mm. Telur berwarna putih keruh dengan panjang ± 1,5 mm dan berbentuk lonjong. Larva berwarna putih kekuningan dengan panjang ± 5-6 mm, pada bagian ujung abdomennya terdapat tonjolan seperti garbu yang berukuran kecil dan berwarna gelap. Larva memiliki tungkai thorakal yang berguna untuk berjalan. Pupa berwarna putih kekuningan dengan panjang ± 3,5 mm dan bertipe bebas. Kumbang ini memiliki siklus hidup 5-6 minggu. Tribollium casteneum memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dari Tribolium confusum. Tribollium casteneum memiliki bentuk sungut kapitat atau tiga ruas sungut yang bagian ujungnya mendadak membesar, memiliki bagian mata yang sempit dan tidak tertutup dan terdiri dari 3-4 mata facet.



Imago dari Tribolium casteneum dan lavar
c.         Biologi dari Tribolium casteneum
 Hama ini termasuk hama sekunder yang merusak komoditas yang telah dirusak oleh hama yang lain atau adanya kerusakan mekanis yang ditimbulkan oleh penanganan pasca panen yang kurang tepat. Larva hidup dalam biji tersebut dengan memakan isi biji.  Fase larva merupakan fase yang merusak biji. Imago meletakkan telur secara acak dalam tepung atau diantara partikel makanan. Serangga betina dapat hidup selama 1 tahun dan menghasilkan telur sebanyak 350-400 butir. Setelah menetas larva akan aktif disekitar tepung tersebut. Ketika menjelang pupa maka larva akan naik kepermukaan material. Setelah menjadi imago maka akan kembali kedalam partikel atau material yang diserang. Dalam bentuk imago hama ini jaran sekali terbang dan memiliki umur tiga tahun. Gejala dari serangan hama ini adalah terdapat bubuk yang menempel pada biji yang telah digerek oleh hama ini, biji yang digerek memiliki lubang yang mempunyai warna hitam dan lubangnya tidak beraturan. Biasanya hama ini menyerang setelah Sitophilus oryzae melakukan serangan sehingga terdapat lubang untuk berlindung.
d.        Cara pengendalian
Untuk hama ini dapat dilakukan dengan penjemuran terhadap komoditas simpanan pada waktu tertentu dengan pengeringan yang sempurna. Selain itu juga dapat dilakukan fumigasi terhadap produk pasca panen dengan menggunakan fumigan yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu menjaga tempat kebersihan gudang yang akan digunakan. Untuk komoditas yang disimpan penggunaan pestisida kimia tidak dianjurkan karena dapat berdampak kepeda kesehatan konsumen. Ketika pestisida kimia yang diberikan kepada komoditas yang disimpan maka akan masuk kedalam komoditas tersebut dan menyebabkan residu dalam komoditas tersebut. Salah satu cara adalah penggunaan pestisida nabati untuk mengendalikan hama gudang karena pestisida ini mudah menguap jika kita lakukan proses pengeringang. Banyaknya terjadi gangguan lingkungan akibat pestisida kimia sehingga memunculkan suatu ide yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang salah satu tujuannya adalah mengendalikan hama dengan menggunakan musuh alami dan penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit bagi tanaman yang terbuat dari bahan alami seperti organ tanaman, atau minyak yang dihasilkan oleh tanaman.


BAB 4 KESIMPULAN

Dari pratikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Hama yang menyerang komoditas yang disimpan terutama kacang tanah adalah Tribolium casteneum yang merupakan hama sekunder.
2.    Hama Tribolium casteneum  pada kacang tanah merupakan salah satu dari ordo coleoptera yang memiliki ciri-ciri khusus.
3.    Cara pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara pengeringan yang sempurna, penggunaan fumigasi, penggunaan pestisida nabati dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, dkk. 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Jurnal Agroekologi Tropika 1(1): 1-11.

Kartasapoetra. 1989. Teknologi Pasca Panen. Jakarta: Bina Aksara.

Sudarmo, RM. 1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta: Kanisius.