Ekologi lanskap merupakan salah satu
disiplin ilmu yang banyak menekankan pada bidan ilmu social, geografi,
arsitektur, perancangan daerah dan ekonomi kehutanan yang dilakukan dengan
memadukan peran manusia sebagai komponen pembentuk ekologi yang heteroparsial. Secara
kolektif pengertian ekologi lanskap mengan dung dua aspek penting yaitu ekologi
lanskap membahas tentang pentingnya konfigurasi spasial untuk ekologi proses
dan ekologi lanskap focus pada luasan ruang yang besar dengan pengamatan indara
manusia. Adanya studi tentang lanskap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
masalah lingkungan dengan skala luas dan pengelolaan lahan, pengembangan konsep
skala baru yang berkaitan dengan ekologi dan kemajuan teknologi informasi.
Berikut penjelasan dari ketiga faktor yang dapat mendorong dalam ekologi
lanskap:
1.
Masalah
lingkungan dengan skala luas dan pengelolaan lahan
Masalah lingkungan ini didorong dengan
adanya masalah yang terjadi kerusakan alam akibat adanya campur tangan manusia
dalam sistem alam. Hal ini terjadi diakibatkan adanya alih fungsi lahan,
pencemaran lingkungan yang menyebabkan perubahan iklim, dan lain-lain yang
diakibatkan oleh adanya aktivitas manusia yang tidak memiliki manajemen
pengelolaan lingkungan yang baik. Masalah yang sering muncul adalah adanya
penggundulan hutan yang banyak dilakukan. Alih fungsi hutan ini disebabkan
karena jumlah penduduk yang luas sehingga memerlukan ruang atau tempat tinggal
baru yang lebih baik. Selain masalah jumlah penduduk yang semakin meningkat
alih fungsi hutan ini juga dapat disebabkan oleh adanya pengembangan kota
(Mukaryanti, dkk, 2006). Jika kita dapat memanfaatkan hutan secara bijak maka
kita akan mendapatkan ekonomi yang kuat tanpa harus merusak kehidupan yang ada
didalam hutan tersebut.
Pengelolaan lahan hutan yang baik dapat
dilakukan dengan cara agroforestry. Dalam pengembangan agroforestry dilakukan
dengan cara pendekatan ekonomi, social budaya dan lain-lain sehingga petani
didaerah tersebut dapat beralih dengan pengembangan hutan. Conthnya dalam hutan
disekitar Gunung Walat didaerah Sukabumi. Penembangan agroforestry disana
dilakukan dengan berbagai pendekatan karena masalah ekonomi penduduk yang
terlalu jauh dari kata layak. Pengelolaan hutan didaerah gunung walat tersebut
dilakukan dengan penenaman tanaman masih dilakukan dengan sederhana.
Pengelolaan lahan dilakukan dengan cara yang sederhana tetapi tidak memiliki
keuntungan yang didapat petani yang membudidayakan tanaman tersebut.
2.
Pengembangan
konsep skala baru yang berkaitan dengan ekologi
Pertanian saat ini diarahkan pada
pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak ekosistem
yang ada. Pada dasarnya pengembangan pola ini bukan merupakan gagasan baru
dalam pertanian. Hubungan pertanian dengan ekologi sangat erat karena dapatt
dikembangkan pertanian yang sehat dan berkelanjutan sehingga muncul
agrooekologi yang berbasis pertanian dengan memanfaatkan potensi dari wilayah
tersebut. Potensi yang ada dari suatu daerah tersebut dapat berupa tanaman
pangan, tanaman perkebunan dan lain-lain yang membantu adanya peningkatan
ekonomi masyarakat sekitar. Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui potensi
tanaman dari suatu daerah tersebut sehingga dilakukan dengan menentukan
berbagai aspek dalam pengembangan agroekologi. Komponen penetapan pemetaan ini
mdisesuaikan dengan kesesuaian dengan kondisi biofisik lahan yang meliputi
kelerengan, kedalaman tanah, iklim dan syarat tumbuh tanaman sehingga didapat
tanaman yang dapat tumbuh didaerah tersebut. Pada dasarnya tanaman memiliki
syarat tumbuh yang berbeda-beda. Dalam pengembangan pola tanam agroekologi ini
diharapkan masyarakat mengerti tentang bagaimana cara membudidayakan tanaman
sesuai dengan tempat mereka tinggal karena dalam konteks ini pertanian
merupakan salah satu sector penting dalam pembangunan daerah.
3.
Kemajuan
teknologi informasi
Ekologi lansekap tumbuh dari pola
pengembangan pemikiran yang dipelajari kembali dari beberapa dekade terakhir
yang didalamnya terdapat phytosociology dan biogeografi, desain lansekap dan
manajemen, geografi, pemodelan regional, ekologi-oretical, pulau biogeografi,
serta teori matematika (Turner, dkk, 2001). Pengembangan
teknologi dalam memetakan suatu wilayah tertentu merupakan salah satu
pengembangan teknologi yang dapat memberi konstribusi baru dalam pengembangan
lanskap ekologi. Salah satu pengembangan teknologi ini adalah pemetaan zona
agroekologi yang ada. Pemetaan ini dilakukan dengan konsep yang disesuaikan
dengan kondisi fisik dari daerah tersebut sehingga terdapat perbedaan terutama
tanaman dengan wilayah satu dengan yang lain. Dalam pemetaan ini digunakan
dengan bantuan GIS (geographic information systems) sehingga memudahkan dalam menentukan luasan wilayah yang
akan dipetakan. Dalam kemajuan teknologi ini dapat membantu dalam menganlisis
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pembangunan
suatu wilayah. Data yang ada dapat melakhirkan suatu penelitian baru yang dapat
dikembangkan sehingga dapat membantu pemerintah dalam usaha pemenuhan kebutuhan
pangan Nasional. Informasi ini juga dapat membantu pengembangan pemerintah
daerah untuk memabngun wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
2. Jelaskan antara model dinamis dan
statis antara model kontiniuitas dan diskret?
Model dinamis merupakan salah satu
sistem yang dapat mengubah melalui waktu sedangkan model statis merupakan
penggambaran dari suatu hubungan yang konstan dan sering tidak memiliki
dimensi. Misalnya saja perubahan luas hutan yang diuji dalam 3 sampai 10 tahun
kedepan. perubahan ini diakibatkan oleh banyak faktor antara lain alih fungi
lahan, penggundulan hutan dan lain-lain sehingga luas hutan yang ada semakin
sempit. Model kontinuitas merupakan suatu model dari perubahan yang ada secara
terus-menerus sedangkan perubahan diskrit merupakan model evaluasi dari
langkah-langkah perubahan yang akan dlakukan perubahan dalam jangka waktu yang
tetap. Dari data model kontiniuitas dan diskrit terdapat perbedaan jumlah hutan
jati pada tahun 2001 dengan 2003 yang
dapat disebabkan alih fungsi lahan dan penggundulan hutan sehingga luas areal
hutan jati terdapat penurunan jumlah. Untuk luasan lahan kritis semakin lebar
disebabkan adanya proses budidaya yang menggunakan bahan kiimia dan tidak
adanya konservasi lahan kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Mukaryanti,
dkk. 2006. Keberlanjutan Fungsi Ekologis Sebagai Basis Penataan Ruang Kota
Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan 7(1): 7-15.
Hidayat,
Mawan S. 2006. Landscape Ecological Pattern Of Tropical Agroforestry Efforts At
Educational Forest Landscape Of Mount Walat, Sukabumi. Eccotrophic 5(1): 13-20.
Syafrudin,
dkk. 2004. Penataan Sistem Pertanian Dan Penetapan Komoditas Unggulan
Berdasarkan Zona Agroekologi Di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian
25(2): 61-68.
Turner, dkk.
2001. Landscape Ecology In Theory And Practice. Springer Verlag. New York.
Yuwono
dan Suprajaka. 2004. Analisis Perubahan Kawasan Hutan Kabupaten Blora
Dengan Pendekatan Kajian
Spatio-Temporal. Jurnal Kehutanan 1(1): 1-8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar