Kamis, 09 Mei 2013

Klinik Tanaman HPT



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komuditas tanaman yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama di Indonesia. Jumlah kedelai yang diproduksi oleh masyarakat belum cukup untuk memenuhi permintaan pasar karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang bagaimana cara membudidayakan kedelai yang benar dan baik dan tanah atau lahan untuk tanaman kedelai telah banyak dialih fungsikan sebagai gedung-gedung dan lain-lain. Kedelai sebagai bahan pokok untuk produksi industri rumah tangga seperti pembuatan tempe dan tahu. Tanaman kedelai ini dapat bersimbiosis mutualisme dengan mikroorganisme tanah seperti rhizobium. Rhizobium ini dapat meningkatkan kebutuhan N bagi tanaman.
Kedelai merupakan salah satu tanaman C3 yang berarti tidak banyak membutuhkan sinar matahari yang cukup dalam setiap pertumbuhan tanaman tersebut dan peka terhadap pencahayaan. Tanaman C3 merupakan tanaman yang memerlukan intensitas cahaya matahari yang lebih rendah sehingga tanaman ini dapat membentuk rantai carbon sebanyak 3 buah dalam menambat carbon dioksida (CO2) dalam melangsungkan fotosintesis (Salisburi dan Ross, 1995). Untuk tanaman kedelai tidak perlu diadakan naungan karena salah satu tanaman C3 sehingga tanaman kedelai lebih efektif pada suhu antara 23-270 C dan ketinggian antara 0,5-500 m dari permukaan laut. Tanaman kedelai termasuk tanaman dikotil yang berarti memiliki kayu pada bagian batangnya dan termasuk dalam famili polog-polongan.
Mikroorganisme tanah dapat menguntungkan bagi tanaman karena mikroorganisme ini dapat menyediakan unsur dan mineral yang dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu mikroorganisme yang menguntunggkan bagi tanaman adalah jamur mikoriza yang melakukan simbiosis oleh akar tanaman dan menyediakan unsur P yang dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk mengisolasi mikroorganisme tanah dapat dilakukan dengan cara prosedur bakteriologis biasa dan menggunakan media yang sederhana (Sutedjo, dkk, 1991). Tetapi juga pada tanaman kedelai ini juga banyak terdapat mikroorganisme yang menguntungkan bagi tanaman tersebut yaitu rhizobium sp. yang dapat menambat N yang ada pada udara.
Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat hidup pada kondisi yang lembab seperti pada media tanam yang lembab dan lain-lain. Jamur juga ada yang merugikan dan ada juga yang menguntungkan bagi tanaman. Jamur yang menguntungkan bagi tanaman seperti mikoriza karena jamur ini mensuplai unsur hara dan mineral bagi tanaman, sedangkan yang merugikan tanaman adalah jamur yang dapat menjadi inang penyakit tanaman. Jamur dapat menghasilkan suatu enzim yang berguna bagi makluk hidup lainnya maupun dapat juga merugikan bagi makluk hidup tersebut. Salah satu enzim yang dihasilkan jamur adalah inulinase. Inulinase adalah enzim hidrolitik yang mengkatalisis reaksi hidrolisis polisakarida inulin menjadi fruktosa dan atau fruktooligosakarida. Pembuatan preparat jamur ini digunakan sebagai mengetahui morfologi jamur dan cara menginfeksi pada inangnya baik bagi yang menguntungkan maupun merugikan tanaman (Haryanto, 2008). Pada tanaman kedelai jamur yang paling banyak menyerang adalah Phakopsora pachyrhizi yang banyak menyerang daun tanaman yang biasa disebut oleh penyakit karat daun.

1.2    Tujuan
1.        Mahasiswa mampu melakukan identifikasi penyakit yang ada dilapang.
2.        Mahasiswa mampu merekombinasikan yaitu menerangkan penyebab penyakit yang sebenarnya setelah melihat dari observasi lapang.
3.        Mahasiswa mampu memberikan solusi pengendalian yang tepat dan ramah lingkungan terhadap OPT dan penyakit tanaman.

1.3    Manfaat
1.    dapat melakukan identifikasi penyakit yang ada dilapang.
2.    Dapat memberi rekomendasi dari identifikasi yang telah dilakukan baik di laboratorium maupun di lapang.
3.    Dapat memberikan solusi cara pengendalian yang ramah lingkungan.
BAB 2 METODOLOGI

2.1    Tempat dan Waktu
Praktikum Klinik Tanaman HPT yang dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Jember di Laboratorium Penyakit Tumbuhan pada hari Kamis, tanggal 07 Maret 2013 pukul 15.00 WIB – selesai, sedangkan observasi lapang dilakukan di Desa Darungan RT 05 RW 02 Kecamatan Jubung Kabupaten Jember pada hari Sabtu tanggal 23 Februari 2013 pukul 10.00 WIB.
                                                                                                                 
2.2    Alat dan Bahan
2.2.1   Alat
1.    Cawan petri
2.    Pinset
3.    Microskop
4.    Cutter/pisau pemotong
5.    Lampu Bunsen

2.2.2   Bahan
1.    Daun kedelai yang sakit
2.    Aquades
3.    Alkohol 70%
4.    KOH
5.    Media Agar NA dan PDA
6.    Kertas A4
7.    Pensil

2.3    Cara Kerja
2.3.1.      Cara Kerja Observasi ke Petani
1.        Menentukan lokasi observasi
2.        Mewancarai petani untuk mencari informasi yang ada saat dilapang
3.        Menulis hasil wawancara
4.        Dokumensi foto-foto gejala maupun OPT yang ditemukan

2.3.2.      Cara Kerja Identifikasi Hama
1.        Menentukan lokasi yang diteliti
2.        Mengamati hama apa saja yang terdapat pada lahan tersebut
3.        Mendokumentasikan foto hama yang ditemukan
4.        Mengambil sampel tanaman yang diserang
5.        Menggambar hama yang didapatkan, dan mengklasifikasikannya

2.3.3.      Cara Kerja Identifikasi Gulma
1.    Menentukan lokasi yang diteliti
2.    Mengamati hama apa saja yang terdapat pada lahan tersebut
3.    Mendokumentasikan foto gulma yang ditemukan
4.    Mengambil sampel gulma yang dominan
5.    Menggambar gulma yang didapatkan, dengan memberikan keterangan dan mengklasifikasikannya

2.3.4.      Cara Kerja Identifikasi Penyakit
1.        Melakukan observasi lapang terlebih dahulu untuk mencari informasi yang ada saat dilapang.
2.        Mendokumentasikan tanaman yang terserang penyakit
3.        Mengambil sampel tanaman yang terserang penyakit
4.        tanaman yang daunnya terdapat gejala dilap dengan alkohol.
5.        Setelah itu potong-potong daun kecil-kecil berjumlah delapan potongan.
6.        Taruh potogan pada cawan petri yang berisi aquades.
7.        Kemudian isolasi bakteri dan jamur
8.        Sebelum melakukan percobaan di dalam lamina, tangan disterilkan dengan menggunakan cairan alkohol dengan cara disemprot kemudian diusapkan agar merata
9.        Petri dipanaskan pada pinggirannya dengan cara diputar – putar di atas pembakar bunshen minimal tiga kali.
10.    Sterilkan pinset dengan mencelup alkohol dan memanaskannya sampai tiga kali lalu ambil daun yang direndam aquades.
11.    Untuk jamur dibiakkan di media PDA dan bakteri pada NA.
12.    Inokulum yang ada dalam petri diinkubasi dalam inkubator, untuk bakteri 24 jam dan jamur 2 hari.
13.    Amati bakteri dengan menguji untuk mengetahui sifat bakteri.
14.    Amati jamur dengan menggunakan microskop

2.3.5.      Cara Kerja Identifikasi Nematoda
1.        Mengambil tanaman jeruk yang sakit
2.        Akar tanaman jeruk dibersihkan dengan menggunakan air sampai bersih
3.        Memotong akar tanaman jeruk yang mempunyai pupu akar
4.        Memotong akar kecil-kecil sekitar 1 cm
5.        Menaruh akar yang telah terpotong kedalam petri yang sudah terisi dengan air
6.        Mengamati nematoda dengan mikroskop
7.        Menghitung berapa nematoda yang ditemukan, mengamati karakteristiknya
8.        Mendokumetasikan dengan foto.

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1    Hasil
  --------------------------------
3.1    Pembahasan
Dari data observasi yang dilakukan dengan bapak Sugiyono pada pertanaman kedelai yang dilakukan  dengan menggunakan lahan seluas 5 ha yang berada pada desa Darungan kecamatan Jubung sebelum dilakukan penanaman kedelai yaitu digunakan untuk pertanaman tembakau sedangkan untuk kedelai sendiri merupakan bagian dari proyek dari PT Mitra Tani yang menanam kedelai selama musim hujan. Wilayah observasi dari kelompok kami adalah wilayah barat dengan daerah Tanggul, Jubung, dan Panti tetapi kami memilih wilayah Jubung untuk efisiensi waktu serta efisiensi biaya yang dikeluarkan. Dalam mengendalikan OPT tanaman kedelai dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida kimi karena alasan efisiensi waktu dan juga biaya yang harus dikeluarkan. Pada saat observasi lapang tanaman kedelai baru berumur 2 bulan sehingga tanaman kedelai ini banyak yang rentan serangan OPT baik hama maupun penyakit.
Penanaman kedelai di daerah tersebut dilakukan dengan cara pemupukan yang relative seimbang menggunakan Urea, SP-36 dan KCl tetapi ketika tanaman tidak terlihat lebih segar maka petani menambahkan dosis pupuk yang digunakan terutama pupuk Urea sehingga tanaman dapat terlihat segar. Tetapi apa yang kami temukan dilapang sebagian tanaman yang mengalami kekeringan pada bagian daun tanaman akibat pemberian dosis pupuk yang diberikan oleh petani. Pak Sugiyono sendiri tidak memberitahu kami masalah waktu pemupukan yang dilakukan yang dilakukan pak Sugiyono hanya memberikan pupuk yang seimbang untuk tanaman kedelai pada saat awal penanaman tanaman. Penggunaan pupuk anorganik menjadi pilihan yang banyak dilakukan oleh petani kedelai didaerah tersebut karena juga memperhitungkan biaya dan waktu yang harus digunakan sebaik mungkin.
Untuk hama yang ditemukan pada pertamanan kedelai pak Sugiyono terdapat hama belalang hijau dan ulat grayak karena dalam identifikasi yang dilakukan daun-daun terdapat banyak yang berlubang yang meninggalkan tulang daunnya saja. Untuk pertanaman sekitar tanaman kedelai adalah tanaman padi dan terdapat sedikit tanaman kacang panjang sehingga menyebabkan populasi dari belalang dan ulat grayak banyak terdapat disekitar lahan tanaman kedelai. Untuk belalang hijau (Oxyea chinensis) yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai dengan cara menggigit bagian tanaman seperti batang, pangkal batang dan lain-lain. Untuk hama ulat grayak sulit untuk ditemukan dalam pertanaman kedelai didaerah tersebut yang banyak ditemukan adalah ngengat atau serangga dewasa yang banyak ditemukan dari pertanaman kedelai tersebut. Untuk hari pertama kunjungan observasi lapang masih sedikit tanaman kedelai yang terserang oleh penyakit sedangkan ketika kunjungan kedua lapang sudah hampir banyak tanaman yang terserang terutama penyakit karat daun.
Pada observasi hama yang banyak dijumpai adalah belalang hijau (Oxyea chinensis) yang memiliki ciri-ciri seperti Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga, belalang dapat mendengar. Alat pendengar pada belalang disebut dengan tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan gendang telinga manusia. Belalang bernafas dengan trakea. Mata belalang mempunyai 5 mata (2 compound eye, dan 3 ocelli). Belalang termasuk dalam kelompok hewan berkerangka luar (exoskeleton). Belalang betina berukuran lebih besar daripada belalang jantan dewasa, yaitu 58-71 mm sedangkan belalang jantan 49-63 mm dengan berat tubuh sekitar 2-3 gram. Kemudian yang mempunyai antena relatif pendek dan tebal (short-horned grasshoppers), Locusts adalah sebutan untuk grasshoppers yang mengalami perubahan warna dan prilaku diakibatkan oleh tingginya tingkat populasi yang ada. Belalang adalah hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna. Metamorfosis tidak sempurna adalah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap, yaitu telur, nimfa, dan imago (dewasa). Dimana tampilan fisik antara nimfa dan imago tidak jauh berbeda.
Selain belalang yang banyak dijumpai dalam observasi ada juga ulat grayak yang sering menjadi masalah dalam pertanaman kedelai. Ulat grayak memiliki ciri-ciri gejala seperti Ulat  Grayak ini merupakan hama pada hampir semua tanaman baik dari tanaman pangan seperti padi, kedele dan jagung, juga pada tanaman hortikultura seperti cabe, kubis, kacang panjang dan lainnya. Ulat grayak juga menyerang tanaman perkebunan seperti tembakau. Bahkan ulat ini juga menyerang berbagai macam gulma seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida , Ageratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema sp. Serangan Ulat ini terjadi pada stadium larva (ulat).  Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau, dan menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, . Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
Siklus hidup dari hama ini adalah produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 25 -200 butir per kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari. Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut berpencaran. Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh .Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah  menetas tergantung pada ketersediaan makanan yang ada, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari. Ulat muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis atas dan tulang-tulang daun saja. Ulat tua merusak pertulangan daun hingga tampak lobang-lobang bekas gigitan ulat pada daun. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000--3.000 telur. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam . Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km.
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi berasal dari kelompok Basidiomycetes. Phakopsora pachyrizhy mempunyai uredium pada sisi bawah dan atas daun, coklat muda sampai coklat, bergaris tengah 100-200 µm, sering tersebar merata memenuhi permukaan daun. Parafisa pangkalnya bersatu, membentuk penutup yang mirip dengan kubah diatas uredium. Parafisa membengkok dan berbentuk gada atau mempunyai ujung membengkak, hialin atau berwarna jerami dengan ruang sel sempit. Ujungnya berukuran 7,5-15µm dengan panjang 20-47µm. Uredium bentuknya mirip dengan gunung api kecil yang dibentuk di bawah epidermis, jika dilihat dari atas berbentuk bulat atau jorong. Di pusat bagian uredium yang menonjol berbentuk lubang yang menjadi jalan keluarnya urediospora. Urediospora membulat pendek, bulat telur atau jorong, hialin sampai coklat kekuningan, dengan dinding tebal yang hialin dan berduri halus.
Penyakit ini memiliki gejala pada daun pertama kedelai muda dapat terjadi dua macam bercak, yaitu yang mempunyai halo berwarna coklat dan yang tidak. Gejala tampak pada daun, tangkai, dan kadang-kadang pada tangkai. Awalnya terjadi bercak-bercak kecil coklat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit berubah menjadi coklat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul-bisul (pustul) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang daun di dekat terjadinya infeksi. Pada umumnya serangan terjadi pada permukaan bawah daun dan serangan awal biasanya terjadi pada daun-daun bawah yang kemudian berkembang ke daun yang lebih atas. Penyakit karat kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah suhu optimum untuk perkecambahan uredospora adalah 15-25 C. pada kedelai infeksi paling banyak terjadi pada suhu 20-25 C dengan embun selama 10-12 jam; pada suhu 15-17 C diperlukan embun selama 16-18 jam. Masa berembun terpendek untuk terjadinya infeksi pada suhu 20-25 C adalah 6 jam, sedang pada suhu 15-17 C adalah 8-10 jam. Infeksi tidak terjadi bila suhu lebih tinggi dari 27,5 C. Bakal uredium mulai tampak 5-7 hari setelah inokulasi, dan pembentukan spora terjadi 2-4 hari kemudian. Penyakt karat yang lebih berat terjadi pada pertanaman kedelai musim hujan. Selain itu, jenis-jenis kedelai memiliki tingkat kerentanan yang berbeda-beda. Ketahanan satu jenis kedelai terhadap karat juga bervariasi tergantung dari lokasi pengujian. Antara umur panjang dengan ketahanan dan antara umur pendek (genjah) dengan kerentanan terdapat korelasi positif. Ketahanan ternyata bersifat dominan dan ditentukan oleh dua gen mayor. Kelembapan juga dapat merangsang bagi jamur dan bakteri untuk tumbuh (Lakitan, Benyamin, 2007).
Akibat serangan cendawan ini proses fotosintesis terganggu karena daun tidak berfungsi sebagaimana fungsinya dapat menurunkan hasil produksi sebesar 20-80 %. Penurunan hasil bisa mencapai 100% bila varietas yang ditanam rentan terhadap karat daun dan dibudidayakan sewaktu musim hujan dalam keadaan cuaca yang lembab serta tanaman dalam kondisi tergenang. Penyebaran penyakit karat daun ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin, melalui tanah, air dan tanaman inang. Patogen ini tidak dapat bertahan di dalam biji karena termasuk cendawan obligat dan tidak dapat ditularkan melalui benih.
Selain dari aspek hama dan penyakit yang kami tinjau juga adalah dari sisi gulma yang tumbuh liar dalam pertanaman kedelai. Untuk gulma yang banyak ditemui dalam observasi kami adalah rumput teki dan babadotan. Untuk gulma teki biasanya tumbuh liar didalam bedengan pada tanaman kedelai yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut memiliki batang ada yang tumpul berbentuk segitiga dan tajam, daun berisi 4 – 5 helai berjejal pada pangkal batang dengan pelepah dauntertutup tanah, helaian daun berbentuk garis, bagian atas berwarna hijau mengkilat, panjang daun 10 – 60 cm, lebar daun 2 – 6 mm, anak bulir berkumpulmenjadi bulir pendek dan tipis, keseluruhan terkumpul lagi menjadi memanjang.Daun pembalut 3 – 4. Tepi daun kasar dan tidak rata. Jari-jari payung 6 – 9, yang terpanjang 3 – 10 cm. Yang terbesar bercabang sekali lagi. Pangkal tertutup olehdaun pelindung yang berbentuk tabung. Anak bulir terkumpul lagi dalam bulir, duduk, berbentuk garis, sangat gepeng, berwarna coklat panjang 1 – 3 cm denganlebar lebih kurang 2 mm, bunga berisi 10 – 40. Sekam dengan punggung hijau dan sisi coklat, panjang lebih kurang 3 mm. Benang sari 3, kepala sari berwarna kuning cerah, tangkai putik bercabang 3 dan buah buah memanjang sampai bulat telur sungsang, persegi tiga berwarna coklat dengan panjang lebih kurang 5 mm.
Siklus hidup dari gulma teki ini hidup secara koloni, berupa herba, merupakan tanaman perennial atau tahunan, dengan akar berserat yang biasanya tumbuh 7-40 cm dan mereproduksi secara luas oleh rimpang dan umbi-umbian. Para rimpang pada awalnya putih dan berdaging dengan daun bersisik dan kemudian menjadi berserat, liat, dan sangat gelap coklat dengan usia. Rumput teki berbunga pada waktu Januari-Desember.
Pembentukan umbi dimulai dalam 17 hari setelah munculnya tunas. Hal ini diikuti dengan pembentukan rantai 10 minggu setelah munculnya tunas. Pembentukan umbi pada rumput teki mungkin merupakan respon terhadap kelebihan karbohidrat, diatur oleh zat pertumbuhan, fotoperiodik dan suhu. Sebuah umbi teki tunggal dapat menghasilkan 100 umbi ketika dibiarkan tumbuh selama 12 minggu. Umbi berdormansi di dalam tanah sampai dirangsang untuk tumbuh.  Akar memancar dari rimpang horizontal seperti yang tumbuh ke arah permukaan tanah. Ujung rimpang di permukaan tanah terkena sinar matahari dan fluktuasi suhu diurnal yang merupakan faktor utama yang merangsang pembentukan basal pada rimpang di bawah permukaan tanah. Induk umbi tetap melekat pada tanaman sepanjang musim, dan tanaman dapat berasal makanan dari umbi pada saat stress.
Tanaman Babadotan tergolong jenis tanaman herbal dengan ciri-ciri umum sebagai berikut memiliki tinggi tanaman maksimal 50 - 60 cm dengan daun bertangkai, letaknya saling nerhadapan dan bersilang (composite). Helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing dengan tulang daun menyirip dan tepi daun bergerigi. Panjang daun 1 - 10 cm,lebar 0,5 - 6 cm dan memiliki bunga majemuk dengan ukuran kecil yang tumbuh di ketiak batang dengan warna benang sari putih dan kepala putik kuning. Panjang bonggol bunga 6 – 8 mm, dengan tangkai yang berambut, memiliki diameter batang tanaman 0,5 - 1,2 cm serta sistem perakaran seerabut. Pada umumnya cabang tumbuh ke samping atau pertumbuhan lebih condong mendatar (tidak menyilang). Dapat tumbuh subur pada ketinggian 1 sampai 2100 meter dari permukaan laut. Dapat tumbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar, halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi sungai.
Nematoda merupakan mikroorganisme tanah yang menyerang tanaman yang dapat menyebabkan tanaman berpuru pada akar, batang, dan biji tanaman. Nematoda ini habitatnya terdapat didalam tanah. Nematoda biasanya yang menyerang pada tanaman menyebabkan tanaman tersebut layu, menguning bahkan dapat menjadi mati apabila serangan nematoda tersebut sudah parah. Contoh nematoda yang menyerang akar tanaman adalah nematoda akar seperti (Meloidogyne spp) dikenal sebagai parasit akar pada berbagai jenis tanaman, terutama di daerah tropik dan subtropik. Interaksi nematoda ini dengan tanaman inang menimbulkan gejala yang khas pada bagian akar di bawah permukaan tanah. Tumbuhan yang terserang biasanya menunjukkan gejala pertumbuhan yang tidak normal, seperti kerdil dan cendrung layu pada hari-hari yang panas, sedangkan akarnya akan mengalami pembengkakan. Biasanya nematoda ini menyerang tanaman tomat (Setyobudi, dkk, 2009). Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu larva I sampai larva IV dan nematode dewasa. Semua spesies nematoda puru akar memiliki siklus hidup yang sama . Lama siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18 – 21 hari atau 3 – 4 minggu dan akan menjadi lama pada suhu yang dingin (Agrios, 1996). Dalam pratikum yang telah dilakukan dengan pengamatan nematoda pada tanaman jeruk tidak menemukan nematoda Tylenchulus semipenetrans yang biasanya banyak pada tanaman jeruk.
Dalam observasi yang telah dilakukan permasalahan yang muncul adalah minimnya pengetahuan yang ada pada petani terutama dalam pengendalian OPT dan pemupukan yang dilakukan oleh petani serta faktor pendidikan para petani. Pada pengendalian OPT yang ada petani cenderung banyak melakukan penyemprotan dengan pestisida kimia yang banyak memiliki beberapa kerugian karena residu kimia dari pestisida dan juga dapat membunuh musuh alami dari serangga yang menyerang tanaman kedelai. Untuk solusi dari kendala tersebut merupakan penyuluhan dari beberapa departemen pertanian terutama pemerintah tentang bahaya akan pestisida kimia yang diguunakan oleh petani dan sosialisai tentang penggunaan pestisida nabati yang memiliki harga yang murah dan ramah terhadap lingkungan. Pemupukan yang dilakukan banyak tanaman yang layu akibat terlalu banyak pupuk yang diberikan karena tanaman tidak menunjukkan pertumbuhan yang bagus serta penggunaan pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Solusi dari pemupukan ini juga termasuk agenda dalam proses penyuluhan tentang penggunaan pupuk yang berimbang sehingga tanaman tidak mengalami penurunan hasil produksi dan tanaman tidak keracunan dosis pupuk. Selain dapat menyehatkan tanaman penggunaan pupuk yang berimbang dapat menyehatkan dan menyuburkan tanah. Jenis pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk kimia yang memiliki kelebihan tidak ribet dalam pemakaian dan instan sehingga pupuk dapat digunakan langsung oleh petani dan juga tidak membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Solusi dari pemupukan ini sebaiknya dilakukan dengan sosialisai tentang penggunaan pupuk organic yang banyak memberikan hal positif baik tanah maupun tanaman. Sedangkan untuk faktor pendidikan yang diterima oleh pak Sugiyono sebaiknya pak Sugiyono sebaiknya mengikuti penyuluhan dan kursus yang diadakan oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga petani banyak mengetahui tentang info terbaru dari bidang pertanian.
Perhitungan Gulma dengan cara Kuadran 1
Luas areal kedelai yaitu
1.Panjang (P) = 20
2.Lebar (L) = 12
 Jadi P x L = 20 x 12 = 240 m2
No
Spesies
Ulangan
Kepadatan
Frekuensi
1
2
3
4
5
1
Krokot
4
15
20
9
7
55
5x
2
Belularg
3
3
10
17
2
35
5x
3
Meniran (Phylantus minuri)
-
2
5
-
-
7
2x
4
Teki
-
-
2
2
1
5
3x
5

6
3
-
-
4
13
3x
6

3
-
-
-
-
3
1x
7
Babandotan
-
7
3
-
6
16
2x
8

-
2
-
-
-
2
1x
9

-
-
7
1
-
8
2x
Jumlah
144
24
Kna =
1.      55 : 144 x 100% = 38,1%
2.      35 : 144  x 100% = 24%
3.      7 : 144 x 100 % = 4,9 %
4.      5 : 144 x 100% = 3,5%
5.      13 : 144 x 100 % = 9%
6.      3 : 144 x 100 % = 2 %
7.      16 : 144 x 100 % = 11,1 %
8.      2 : 144 x 100 % = 1,3%
9.      8 : 144 x 100 % = 5,5 %

FnA =
1.      5 : 24 x 100 % = 20,8 %
2.      5 : 24 x 100 % = 20,8 %
3.      2 : 24 x 100 % = 8,3 %
4.      3 : 24 x 100 % = 12,5 %
5.      3 : 24 x 100 % = 12,5 %
6.      1 : 24 x 100 % = 4,2 %
7.      2 : 24 x 100 % = 8,3 %
8.      1 : 24 x 100 % = 4,2 %
9.      2 : 24 x 100 % = 8,3 %

IV =
1.      38,1 + 20,8 = 58,9
2.      24,3 + 20,8 = 45,1
3.      4,9 + 8,3 = 13,1
4.      3,5 + 12,5 = 16
5.      9 + 12,5 = 21,5
6.      2 + 4,2 = 6,2
7.      11,1 + 8,3 = 19,4
8.      1,3 + 4,2 = 5,5
9.      5,5 + 8,3 = 13,8

SDR =
1.      58,9 : 2 = 29,45
2.      45,1 : 2 = 22,55
3.      13,2 : 2 = 6,6
4.      16 : 2 = 8
5.      21,5 : 2 = 10,75
6.      6,2 : 2 = 3,1
7.      19,4 : 2 = 9,7
8.      5,5 : 2 = 2,75
9.      13,8 : 2 = 6,9
*Jadi gulma yang paling dominan atau sering muncul adalah Krokot (Portulaca oleracea) sebanyak 29,45.



BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1    Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dibahas tentang OPT pada tanaman kedelai dan nematode yang menyerang tanaman jeruk dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Dalam budidaya tanaman kedelai pengetahuan dan pengalaman petani baik pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit perlu karena jika tidak memiliki pengetahuan.
2.    Identifikasi hama, penyakit dan gulma pada daerah yang diamati perlu digunakan dalam mengambil keputusan untuk rekomendasi hama, penyakit dan gulma yang banyak tumbuh subur pada pertanaman kedelai disuatu daerah.
3.    Dalam pemberian solusi dari daerah yang diamati dapat dilakukan sesuai dengan kondisi penduduk yang terdapat pada daerah tersebut.
4.    Untuk nematode yang tidak ditemukan dalam pratikum hal ini karena proses perawatan yang dilakukan oleh pembudidaya yang sudah tepat sehingga nematode tidak dapat ditemukan dalam akar tanaman jeruk.

4.2    Rekomendasi
Dari hama yang banyak menyerang tanaman kedelai adalah ulat grayak dan belang hijau yang memiliki gejala yang hamper sama yaitu daun-daun berlubang tidak beraturan serta sudah dipastikan bahwa daun tersebut banyak diserang oleh kedua hama tersebut. Untuk penyakit memiliki ciri-ciri terdapat bercak-bercak coklat yang terdapat pada daun tanaman kedelai yang telah dilakukan isolasi dan hasilnya bahwa negative terkena mikroorganisme yang merugikan bagi tanaman pada media NA sedangkan pada media PDA terdapat hifa-hifa jamur yang terlihat oleh mikroskop. Dan untuk gulma yang banyak tumbuh pada lahan tanaman kedelai adalah gulma krokot (Portulaca oleracea) karena memiliki SDR yang relative tinggi disetiap petak sampel yang ada pada petak pertanaman kedelai. Untuk nematode yang ada pada tanaman jeruk memiliki ciri-ciri tanaman yang terkena serangan nematode Tylenchulus semipenetrans seperti daun menguning, kriting dan terdapat puru pada akar tanamannya tetapi dalam pengamatan mikroskop tidak menemukan nematode yang menyerang tanaman jeruk terutama nematode Tylenchulus semipenetrans yang banyak menyerang tanaman jeruk sehingga perawatan yang diperhatikan dapat mempengaruhi serangan mikroorganisme pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N.G. (1996) Ilmu Penyakit Tumbuhan. Terjemahan Busnia, M dan Martoredjo, T.  , Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Haryanto, Slamet. 2008. Isolasi Jamur Lagenidiales Pada Larva Kepiting Bakau (Scylla tranquebarica). Buletin Teknik Litri Akuakultur. Vol 7(1): 53-58.
Lakitan, Benyamin. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Pers
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Dua Biokimia Tumbuhan Edisi Keempat. Bandung: ITB.
Setyobudi, dkk. 2009. Variasi Ketahanan Genotipe Kenaf (Hibiscus Cannabinus L.) Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne Incognita). Jurnal Littri. Vol 15(2): 60 – 65.
Sutedjo, dkk. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rienika Cipta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar