Kamis, 23 Mei 2013

Lanskap Masa Depan dengan Memperhatikan Keseimbangan Ekologi

A. PROSPEK PENGELOLAAN LANSKAP PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Perubahan bentuk lanskap terutama dalam bidang pertanian yang terjadi saat ini merupakan salah satu masalah yang dapat menimbulkan terjadinya kerusakan alam sehingga mengakibatkan adanya perubahan pada lingkungan manusia. Terjadinya kerusakan ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor dalam bidang pertanian misalnya terjadinya alih fungsi lahan, penebangan hutan, penanaman tanaman dengan pola monokultur dan lain-lain sehingga menyebabkan banyak tanah dan air menjadi kurang produktif dan banyak daerah yang kekurang air. Prospek dari pengelolaan lanskap dalam pembangunan pertanian berkelanjutan adalah adanya konservasi tanah dan air untuk memperbaiki kesimbangan ekosistem yang rusak dan membangun kembali lanskap serta dilakukan pendekatan dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk meningkatkan produksi tanaman (Ryszkowski, 2002).

1.        Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air merupakan upaya dalam memperbaiki dan menjaga kualitas dan jumlah tanah dan air yang memiliki fungsi sebagai pemenuhan berbagai kebutuhan dalam kehidupan manusia dan organisme hidup lainnya. Konservasi tanah dan air berdasarkan perbandingan antara erosi actual dan erosi yang diperbolehkan, jika erosi actual lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan maka daerah tersebut harus dijaga kondisi tanah dan airnya sedangkan, jika erosi actual lebih besar dari erosi yang diperbolehkan maka perlu dilakukan upaya dalam perencanaan konservasi (Dewi, I, dkk, 2012).


Sumber: Sutapa, I, 2010
Tabel 1. Penggunaan teras bangku dalam upaya konservasi tanah pada lahan miring.


Sumber: Sulistio, H, 2012
Table 2. Model penanganan DTA bendung dalam upaya konservasi air.

Penggunaan teras banggku ini dalam upaya konservasi tanah yang dilakukan pada lahan kering ini disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Pada daerah dengan kemiringan yang terjal usaha penggunaan teras bangku ini sangat penting dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi erosi pada tanah-tanah yang ada didaerah terjal tersebut. Selain itu, usaha dalam penutupan vegetasi juga merupakan salah satu cara dalam mempertahankan terjadinya erosi dan memiliki fungsi sebagai pengikat partikel-partikel tanah (Sutapa, I, 2010). Upaya dalam melakukan konservasi air dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pembuatan sumur resapan pada Daerah Tangkapan Air (DTA) yang memiliki berfungsi sebagai pengurangan jumlah air yang tertahan diatas tanah yang menyebabkan terjadinya erosi (Sulistio, H, 2012). Selain itu, upaya dalam normalisai saluran air perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian sumberdaya air.

2.        Penerapan teknologi ramah lingkungan

Sumber: Pratiwi, 2007
Table 3. Penerapan teknik mulsa vertical dengan menggunakan bahan alami

Upaya dalam peningkatan kualitas tanah dan air dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan mulsa dari limbah berbagai serasahan untuk melindungi tanah dari terjadinya erosi dan peningkatan serapan air ke dalam tanah. Mulsa ini memiliki fungsi berbagai macam seperti penghasil hara bagi tanaman, media untuk biomas yang berfungsi sebagai penyerapan masa air dalam jumlah yang banyak, meningkatkan keragaman organisme tanah dan lain-lain. Teknologi mulsa ini dapat dilakukan pada lahan pertanian yang dikombinasikan dengan pembuatan guludan (Pratiwi, 2007). Penerapan teknologi mulsa ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam bagian organisme terutama tanaman yang digunakan dalam upaya melestarikan keragaman hayati dan meminimalkan penggunaan bahan kimia.

B.       PENATAAN RUANG KAMPUS UNIVERSITAS JEMBER
Kampus Universitas Jember pada dasarnya telah memiliki tata ruang yang baik karena pendidikan antara ilmu pengetahuan alam dan social terpisah tetapi untuk penataan ruang secara ekologi kurang banyak diperhatikan. Misalnya tidak adanya zona resapan air hujan, pemanfaatan lahan yang kurang efektif, penggunaan tanaman yang kurang tepat dan lain-lain. Dalam penataan zona resapan air yang kurang diperhatikan dibeberapa tempat menyebabkan pada saat kondisi hujan banyak terjadi penggenangan air yang merusak pandangan. Contohnya disamping barat Fakultas Pertanian tidak memiliki saluran air yang cukup memadai sehingga ketika hujan sering terdapat air yang menggenang. Seharusnya dalam setiap penataan ruang harus mempertimbangkan adanya saluran air sebagai tempat pengaliran air agar tidak menggenang dan merusak pemandangan dan juga memanfaatkan sumur resapan untuk memberikan cadangan air tanah sehingga dapat dimanfaatkan pada saat musim kemarau (Asdak dan Salim, 2006). Kondisi tersebut juga didukung dengan tidak adanya tanaman yang memiliki fungsi sebagai penyimpan air dipinggir gerbang masuk Unej. Penggunaan tanaman yang kurang tepat memberikan kesan yang tidak baik terutama dalam tata ruang pada gebang Kampus. Ketika kita masuk kampus tidak memiliki pohon-pohon sebagai pemberi kesan yang sejuk dan tenang saat kita masuk kedalam kampus (Najoan, J, 2011). Seharusnya pada gerbang depan kampus pemberian pohon trembesi Samanea saman (Rain Tree) yang memiliki fungsi sebagai tempat penaungan agar tidak terlalu panas ketika musim kemarau dan tidak memberikan kesan yang gersang pada saat kemarau. Secara ekologi tanaman ini memiliki fungsi sebagai pengurangan emisi gas CO2 dan dapat mengurangi dampak pemanasan global (Nuroniah dan Kosasih, 2010).

Gambar 1. Kondisi di gerbang depan Kampus Universitas Jember.

C.       PENGHITUNGAN DEFISIT AIR
Air merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam setiap kehidupan organisme. Dalam produksi tanaman faktor yang menentukan produksi salah satunya adalah ketersedian air bagi tanaman sehingga mendukung dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Trisilawati dan Pitono, 2012). Pada saat ini, pada sebagian daerah memiliki tingkat cadangan air yang sangat memprihatinkan akibat tidak adanya kesadaran masyarakat tentang pengelolaan air yang benar, penggunaan lahan, pembentukan lanskap yang tidak sesuai dan perubahan iklim (Ryszkowski, 2002). Deficit air merupakan suatu kondisi rendahnya ketersedian air yang ada sehingga tidak mampu mendukung dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Deficit air dalam suatu lanskap dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu evapotranspirasi, curah hujan, jenis tanaman dan kondisi tanah (Ryszkowski, 2002). Evapotranspirasi merupakan keadaan dimana kehilangan air melalui tanah dan tanaman akibat adanya penguapan yang terjadi dibagian tersebut. Evapotranspirasi yang paling besar terjadi pada musim kemarau karena suhu udara mengalami peningkatan. Evapotranspirasi didasarkan pada jumlah hari hujan setiap bulan dengan menggunakan asumsi jika  evapotranspirasi  sebesar  150 mm maka hari hujan akan terjadi lebih dari 10 hari dan jika evapotranspirasi sebesar  120 mm maka hari hujan akan terjadi kurang dari 10 hari. Curah hujan merupakan salah satu bentuk dari titik-titik airyang ada di awan jatuh ke bumi karena adanya perbedaan suhu udara.

Sumber: Zulkipli, dkk, 2012
Table 4. Neraca air tahun 2011, 2016, 2021, 2026, 2031, dan 2036.

Table tersebut menunjukkan bahwa pada setiap tahun dalam interval waktu 5 tahun akan terjadi deficit air pada bulan januari-februari dan april-desember sedangkan bulan maret akan mengalami surplus air. Pada bidang pertanian dapat dilakukan pemanfaatan air secara efektif dengan melakukan pola tanam yang proposional sesuai dengan kondisi ketersedian air yang ada (Zulkipli, dkk, 2012).
Pertimbangan curah hujan untuk menentukan deficit air ini perlu diperhatikan karena setiap bulan jumlah air yang jatuh ke bumi mengalami perbedaan sehingga ketersediaan air didalam tanah mengalami perbedaan. Jenis tanaman dalam menentukan deficit air pada lahan berhubungan dengan kebutuhan tanaman tersebut karena pada dasarnya tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda. Umumnya kondisi tanah pada setiap daerah mengalami perbedaan, kondisi tanah ini berhubungan dengan ketahan tanah terhadap penyedian air bagi semua makhluk hidup. Ketersediaan air tanah maksimum adalah 200 mm, yang merupakan kemampuan maksimal tanah untuk mengikat air. Jika keseimbangan air untuk bulan tertentu lebih besar dari 200 mm maka cadangan akhir untuk bulan tersebut adalah 200 mm. Jika keseimbangan air untuk bulan tertentu lebih kecil dari 200 mm, maka keseimbangan air tersebut menjadi cadangan akhir untuk bulan tersebut (Zulkipli, dkk, 2012). Jika keseimbangan air adalah minus, maka cadangan akhir adalah 0 mm dan cadangan akhir untuk bulan tersebut menjadi cadangan bulan untuk bulan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak dan Salim. 2006. Daya Dukung Sumberdaya Air Sebagai Pertimbangan Penataan Ruang. Jurnal Teknik Lingkungan 7(1): 16-25.

Dewi, I, dkk. 2012.  Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1(1): 12-23.

Najoan, Jemmy. 2011. Evaluasi Penggunaan Tanaman Lansekap di Taman Kesatuan Bangsa (Tkb) Pusat Kota Manado. Jurnal Sabua 3(1): 9-18.

Nuroniah dan Kosasih, 2010. Mengenal Jenis Trembesi (Samanea Saman (Jacquin) Merrill) Sebagai Pohon Peneduh. Mitra Hutan Tanaman 5(1): 1-5

Pratiwi. 2007. Konservasi Tanah dan Air: Pemanfaatan Limbah Hutan dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Prosding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: 81-85.

Ryszkowski. 2002. Landscape Ecology in Agroecosystems Management. CRC Press LLC: Florida

Sulistio, H. 2012. Konservasi Daerah Tangkapan Air Cipta Graha. Media Sains 4(1): 36-42.

Sutapa, I. 2010. Analisis Potensi Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulawesi Tengah. Jurnal Smartek 8(3): 169-181.

Trisilawati dan Pitono. 2012. Pengaruh Cekaman Defisit Air terhadap Pembentukan Bahan Aktif pada Purwoceng. Bulletin Littro 23(1): 34-47.

Zulkipli, dkk. 2012. Analisa Neraca Air Permukaan DAS Renggung Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Irigasi dan Domestik Penduduk Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik Pengairan 3(2): 87-96.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar