BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi berbagai macam budidaya tanaman karena Indonesia
memiliki iklim yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. salah satu komoditas
yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kacang tanah. Di Indonesiakacang tanah dikonsumsi sebagai makanan
sehari-hari dalam bentuk makanan ringan, sebagian sebagian bahan tambahan dalam
industri pangan, dan sebagian kecil lainnya diolah untuk diambil minyaknya.
Penanganan pascapanen kacang tanah meliputi panen, yang dapat dilakukan pada
tingkat kadar masih tinggi (lebih dari 28-34%) ataupun ketika kadar air kacang
tanah sudah cukup rendah (20-24%), perontokan, pengeringan, dan pengupasan
kulit. Mirip dengan yang terjadi pada
kedelai, penanganan pascapanen kacang tanah umumnya dilakukan secara
tradisional kecuali kegiatan perontokan dan pengupasan kulit. Kacang tanah
dipanen dengan cara mencabutnya dari tanah menggunakan tangan, lalu menjemurnya
di bawah sinar matahari. Polong kacang tanah kemudian dilepaskan dari batangnya,
juga menggunakan tangan, kemudian dijemur lagi untuk menurunkan kadar airnya.
Produksi komoditi
kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum. Hal ini tidak
terlepas dapat dipengaruh oleh faktor tanah yang makin keras
(rusak) dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro serta hormon
pertumbuhan. Disamping itu juga karena faktor hama dan penyakit tanaman, faktor
iklim, serta faktor pemeliharaan lainnya. Serta penanganan pada saat tanaman kacang tanah setelah panen karena
terdapat hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah ketika pasca
panen.
Produk pasca penen merupakan bagian tanaman yang
dipanen dengan berbagai tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan
keuntungan bagi petani maupun konsumen. Produk dalam simpanan ini tidak
terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan
serangga hama. Hama yang menyerang komoditas simpanan (hama gudang) mempunyai
sifat khusus yang berlainan dengan hama yang menyerang tanaman ketika di
lapang. Umumnya hama gudang yang sering dijumpai adalah dari golongan
Coleoptera, misalnya Tribolium castaneum, Sitophilus oryzae, Callocobruchus
spp, dll.
Pada komoditas kacang tanah salah satu hama yang
menyerang adalah golongan coleoptera yaitu Tribolium
casteneum. Hama ini biasanya dapat menyerang komoditas lain seperti padi,
kopi dan lain-lain selain kacang tanah. Hama gudang ini tersebar luas diseluruh
dunia dan hama ini tergolong penting di Indonesia karena hampir ditemukan
diseluruh gudang penyimpanan komoditas yang telah dipanen. Hama ini biasanya
dikenal sebagai kumbang tepung karena ketika menggerek komoditas yang terserang
menyisakan hasil gerekan yang berupa tepung pada daerah komoditas tanaman
terserang.
1.2
Tujuan
Untuk mengetahui gejala komoditas yang terserang Tribolium casteneum dan mengetahui morfologi dari hama tersebut.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tribolium casteneum merupakan hama gudang yang menyerang kacang tanah tetapi
hama ini juga dapat menyerang pada komoditas beras, tetapi
juga terdapat pada gaplek, dedak, beaktul yang ada di toko maupun di rumah. Pada umumnya hama ini dapat menyerang ketika terjadi
kerusakan mekanis atau kerusakan akibat Sitophilus
orizae atau karena hama-hama gudang yang lain yang menyerang (Sudarmo, RM,
1997). Tribolium casteneum pada
kacang tanah menyerang karena kacang tanah memiliki kandungan lemak yang tinggi
yang dibutuhkan oleh hama tersebut.
Hama gudang mempunyai sifat yang
khusus yang berlainan dengan hama-hama yang menyerang dilapangan, hal ini
sangat berkaitan dengan ruang lingkup hidupnya yang terbatas yang tentunya
memberikan pengaruh yang terbatas juga. Produk pasca
panen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan terutama
untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsumen sehingga produk pasca panen ini perlu disimpan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen atau untuk memenuhi stok produk yang ada. Produk dalam simpanan ini tidak
terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan
serangga hama (Kartasapoetra, 1989).
Hama Tribolium casteneum yang
juga disebut kumbang merah tepung karena hasil dari gerekan hama ini berupa
tepung dan warna dari hama ini adalah merah. Hama ini termasuk hama sekunder
pada beberapa komoditas seperti kacang tanah. Salah satu cara pengendalian hama
ini adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida
yang memiliki bahan aktif yang dihailkan dari tanaman dan memiliki fungsi
sebagai pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida
nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif untuk mengurangi
penggunaan pestisida sintetis. Pestisida nabati adalah pestisida yang ramah
lingkungan serta tanaman-tanaman penghasilnya mudah dibudidayakan salah satunya
seperti sereh dapur, sereh wangi dan nimba yang dapat dibuat menjadi bentuk
minyak tanaman (Adnyana, dkk,
2012). Penggunaan pestisida nabati ini biasanya mengunakan organ tanaman
seperti daun, akar, biji dan buah tanaman yang menghasilkan suatu senyawa
tertentu yang dapat menghalau serangga untuk memakan atau bahkan mematikan serangga
tersebut.
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Klasifikasi
Tribolium casteneum
Hama gudang merupakan hama yang memiliki pengaruh penting dalam pasca panen
komoditas. Penyebab dari kerugian terhadap hama ini pada umumnya terjadi
penurunan kualitas komoditas yang terserang karena terdapat lubang-lubang
akibat serangan hama ini. Kacang tanah merupakan salah satu komoditas tanaman
yang banyak diusahakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang cukup
bagus. Penurunan hasil dari komoditas kacang tanah salah satu faktor
penyebabnya adalah penanganan pasca panen yang kurang diperhatiakan terutama
pengendalian hama gudang. Pada umumnya hama gudang yang menyerang termasuk ordo
coleoptera. Hama yang umum menyerang kacang tanah adalah Tribolium casteneum yang menyebabkan
gejala berlubang pada kacang tanah yang terserang dan terdapat tepung hasil
gerekan pada sekitar kacang tanah. Tribolium
casteneum termasuk dalam genus tribolium yang memiliki ciri-ciri khusus.
Berikut ini beberapa klasifikasi
dari Tribolium casteneum atau bisa
disebut Kumbang Tepung ini:
Kingdom:
Animalia
Filum:
Arthropoda
Kelas:
Insecta
Ordo:
Coleoptera
Famili
: Tenebrionidae
Genus:
Tribollium
Spesies:
Tribollium casteneum.
b.
Ciri-ciri
khusus (morfologi)
Kumbang
dewasa berbentuk pipih, berwarna cokelat kemerahan sampai coklat gelap, dan memiliki panjang tubuhnya 3-4 mm. Telur berwarna putih keruh dengan panjang ± 1,5 mm dan berbentuk lonjong. Larva berwarna putih kekuningan dengan panjang ± 5-6
mm, pada bagian ujung abdomennya
terdapat tonjolan seperti garbu yang berukuran kecil dan berwarna gelap. Larva
memiliki tungkai thorakal yang berguna untuk berjalan.
Pupa berwarna putih kekuningan dengan panjang ± 3,5 mm dan bertipe bebas. Kumbang ini memiliki siklus hidup
5-6 minggu. Tribollium casteneum memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dari Tribolium confusum. Tribollium casteneum memiliki bentuk sungut kapitat atau tiga ruas sungut
yang bagian ujungnya mendadak membesar, memiliki bagian mata yang sempit dan
tidak tertutup dan terdiri dari 3-4 mata facet.
Imago dari Tribolium casteneum dan
lavar
c.
Biologi
dari Tribolium casteneum
Hama ini termasuk hama sekunder yang
merusak komoditas yang telah dirusak oleh hama yang lain atau adanya kerusakan
mekanis yang ditimbulkan oleh penanganan pasca panen yang kurang tepat. Larva
hidup dalam biji tersebut dengan memakan isi biji. Fase larva merupakan
fase yang merusak biji. Imago
meletakkan telur secara acak dalam tepung atau diantara partikel makanan.
Serangga betina dapat hidup selama 1 tahun dan menghasilkan telur sebanyak
350-400 butir. Setelah menetas larva akan aktif disekitar tepung tersebut.
Ketika menjelang pupa maka larva akan naik kepermukaan material. Setelah
menjadi imago maka akan kembali kedalam partikel atau material yang diserang.
Dalam bentuk imago hama ini jaran sekali terbang dan memiliki umur tiga tahun. Gejala
dari serangan hama ini adalah terdapat bubuk yang menempel pada biji yang telah
digerek oleh hama ini, biji yang digerek memiliki lubang yang mempunyai warna
hitam dan lubangnya tidak beraturan. Biasanya hama ini menyerang setelah Sitophilus oryzae melakukan serangan
sehingga terdapat lubang untuk berlindung.
d.
Cara
pengendalian
Untuk hama ini dapat dilakukan dengan penjemuran
terhadap komoditas simpanan pada waktu tertentu dengan pengeringan yang
sempurna. Selain itu juga dapat dilakukan fumigasi terhadap produk pasca panen
dengan menggunakan fumigan yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu menjaga tempat kebersihan gudang yang akan
digunakan. Untuk komoditas yang disimpan penggunaan pestisida kimia tidak
dianjurkan karena dapat berdampak kepeda kesehatan konsumen. Ketika pestisida
kimia yang diberikan kepada komoditas yang disimpan maka akan masuk kedalam
komoditas tersebut dan menyebabkan residu dalam komoditas tersebut. Salah satu
cara adalah penggunaan pestisida nabati untuk mengendalikan hama gudang karena
pestisida ini mudah menguap jika kita lakukan proses pengeringang. Banyaknya
terjadi gangguan lingkungan akibat pestisida kimia sehingga memunculkan suatu
ide yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang salah satu tujuannya adalah
mengendalikan hama dengan menggunakan musuh alami dan penggunaan pestisida
nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida yang digunakan untuk pengendalian
hama dan penyakit bagi tanaman yang terbuat dari bahan alami seperti organ
tanaman, atau minyak yang dihasilkan oleh tanaman.
BAB 4 KESIMPULAN
Dari pratikum yang
telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Hama
yang menyerang komoditas yang disimpan terutama kacang tanah adalah Tribolium casteneum yang merupakan
hama sekunder.
2.
Hama
Tribolium casteneum pada kacang tanah merupakan salah satu dari
ordo coleoptera yang memiliki ciri-ciri khusus.
3.
Cara pengendalian hama ini dapat
dilakukan dengan cara pengeringan yang sempurna, penggunaan fumigasi,
penggunaan pestisida nabati dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, dkk. 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri
Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Jurnal Agroekologi Tropika 1(1): 1-11.
Kartasapoetra. 1989. Teknologi Pasca Panen. Jakarta: Bina
Aksara.
Sudarmo, RM.
1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta:
Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar